Quantcast
Channel: Beritalingkungan.com | Situs Berita Lingkungan | The First Environmental Website in Indonesia
Viewing all 1284 articles
Browse latest View live

Menteri Lingkungan tutup Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2016

$
0
0

JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ke-20 Tahun 2016” di Jakarta Convention Center, Jakarta resmi ditutup Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya.

Tema PLHK ini sesuai dengan Tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia Indonesia 2016 yaitu “Selamatkan Tumbuhan dan Satwa Liar untuk Kehidupan”, yang searah dengan tema internasional yang ditetapkan UNEP “Go Wild for Life”. Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ke-20 Tahun 2016 merupakan bagian dari peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni.

Menurut Kepala Biro Humas Kementerian LHK, Novrizal, kegiatan ini dikunjungi oleh sekitar 30.000 orang yang terdiri dari pemerintah daerah, dunia usaha, kelompok masyarakat sipil, anak-anak sekolah, serta masyarakat umum dalam kurun 4 hari.

Berbagai seminar dan talkshow dilaksanakan selama pekan ini dengan mengangkat tema Konvensi Minamata, Pengelolaan Persampahan, B3 dan Limbah B3, Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, Instrumen Ekonomi, Bioenergi serta talkshow dengan tema Tumbuhan dan Satwa Liar, Perbaikan Kualitas Air serta Workshop dan Lomba Ecodriving rally.

Kegiatan lain yang dilakukan adalah Lomba Menggambar dan Mewarnai serta Lomba Insinyur Cilik. Pekan LHK ini juga mengusung konsep Less Waste Event, yaitu upaya pengelolaan sampah selama kegiatan berlangsung sehingga meminimalisasi timbulan sampah ke tempat pengolahan akhir (TPA). Dari kegiatan ini, jumlah sampah yang terkelola adalah sebanyak 215,3 kg.

Dalam rangkaian memperingati Hari Lingkungan Hidup pula, tanggal 11 Juni 2016, pelepas liaran 40 ekor jalak putih, Penyerahan Orangutan pasca repatriasi dari Thailand dan Kuwait kepada Lembaga Konservasi sebanyak 17 ekor, juga Kakatua yang berasal dari masyarakat (save jacob), serta Penitipan Harimau yang bernama Giring dari Bengkulu untuk mendapatkan perawatan dan penanganan kondisi kesehatannya.

Pada kesempatan penutupan Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2016, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyampaikan bahwa pada saat ini isu lingkungan hidup sejajar dengan isu demokrasi dan HAM (Hak Asasi Manusia). Hal ini seiring dengan arus demokratisasi di Indonesia yang memerlukan partisipasi aktif masyarakat dan sesuai dengan amanat UUD 45 yang menjamin masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Kegiatan penutupan PLHK 2016 ini dihadiri oleh pejabat Esselon I dan II, Aktivis lingkungan, tokoh-tokoh masyarakat, peserta pameran, dan ratusan anak-anak sekolah. Berbagai pengumuman pemenang lomba menutup rangkaian kegiatan ini.(BL)

-->

Siti Nurbaya : Isu lingkungan hidup sejajar dengan isu demokrasi dan HAM

$
0
0

JAKARTA,BERITALINGKUNGAN.COM- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyampaikan bahwa pada saat ini isu lingkungan hidup sejajar dengan isu demokrasi dan HAM (Hak Asasi Manusia).

“Hal ini seiring dengan arus demokratisasi di Indonesia yang memerlukan partisipasi aktif masyarakat dan sesuai dengan amanat UUD 45 yang menjamin masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.” kata  Siti Nurbaya pada kesempatan penutupan Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2016 kemarin.

Untuk menjawab tantangan tersebut lanjut politisi Nasdem ini, maka sudah sangat tepat penyatuan lingkungan hidup dan kehutanan yang merupakan penunjang kehidupan masyarakat. Upaya pengarus-utamaan lingkungan hidup ini sudah sangat marak di tingkat global yang didorong oleh UNEP dan dalam hal ini Indonesia tidak tertinggal.

Indonesia memiliki berbagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup termasuk kampanye. Salah satunya melalui PLHK, yang tahun ini keunikannya adalah dengan adanya mini zoo dan kehadiran 2 ekor gajah.

Pada kesempatan itu juga, Siti Nurbaya menyinggung lingkungan hidup pada tataran global sebagai bagian dari ketertiban dunia dimana Indonesia memiliki posisi terdepan. Di sisi lain, Indonesia tetap menjaga kedaulatan yang salah satu artinya setiap pelanggar lingkungan hidup harus ditindak namun tidak boleh juga ada warga negara yang berada di Indonesia diadili di negara lain.(BL)
-->

Koalisi NGO desak Pemerintah tertibkan peredaran burung ilegal

$
0
0
Pasar Burung.
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Koalisi Organisasi Non-Pemerintah (ORNOP) untuk Penyelamatan Burung yang terdiri dari 25 organisasi dari pulau Jawa, Sumatera, Bali, Papua, dan Maluku, mendesak agar pemerintah melakukan penertiban peredaran burung di Indonesia secara serius untuk menghindari punahnya banyak spesies burung di Indonesia.
 
Desakan itu dituangkan dalam surat bersama yang ditandatangani 25 organisasi non-pemerintah (ORNOP), organisasi pengamat dan klub burung, ditujukan kepada Menteri Lingkungaan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Dalam surat itu, koalisi menyampaikan kekhawatiran mereka tentang begitu bebasnya penangkapan, peredaran, dan perdagangan burung di Indonesia. Beberapa anggota koalisi Organisasi non pemerintah (ORNOP) yang ikut menandatangani surat ini telah melakukan pemantauan di pasar-pasar burung di Indonesia dan menemukan bahwa mayoritas burung diambil dari alam dan diangkut ke pasar-pasar burung di kota-kota besar di Indonesia tanpa dilengkapi dengan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa (SATS-DN) sebagaimana diharuskan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 447 / kpts-II/2013 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar.

Dengan kondisi yang demikian bebas dan bila tidak ada peningkatan langkah-langkah signifikan yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasinya, maka koalisi sangat khawatir bahwa burung-burung di alam akan habis dan hutan Indonesia akan kehilangan kicauan burung,” kata Gunung Gea dari Yayasan Scorpion Indonesia melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com.

Oleh karena itu lanjut Gea, koalisi Ornop ini meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar kiranya berkenan menertibkan penangkapan, peredaran, dan perdagangan burung liar di Indonesia dengan mengacu pada peraturan yang ada. Surat permintaan penertiban peredaran burung telah dikirimkan hari ini Jumat (17/6) ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Koalisi ORNOP Penyelamatan Burung yang ikut menandatangani surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdiri dari: Yayasan Scorpion Indonesia (Bogor),Yayasan Satucita Lestari Indonesia (Langsa, Aceh Timur),Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia/SKEPHI (Jakarta), Konsorsium Pelestarian Hutan Indonesia/KONPHALINDHO (Jakarta), Papua Bird Club (Papua), Friends of the National Parks Foundation/FNPF (Pulau Bali), Indonesian Species Conservation Programme/ISCP (Deli Serdang).

LSM lainnya yang turut menandatangani:Sumatra Rainforest Institute/SRI (Medan), Lembaga Rakyat Marginal (L-eRM) (Banda Aceh), Sekoci Indoratu (Aceh Barat Daya), Rimba Satwa Foundation (Duri, Riau), Raptor Indonesia, Pusat Rehabilitasi Satwa Seram (Seram),Yayasan Inisiatif Membangun (Banda Aceh).

Kelompok Pengamat Burung “Spirit of South Sumatra” (Palembang), Paguyuban Pengamat Burung Jogja (Yogyakarta), Begawan Foundation, dan  KPB“Perenjak” Himakov, Forum Konservasi Leuser (Langsa, Aceh Timur), Indonesian Friends of the Animals/IFOTA (Jakarta), Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – OIC, Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA), Forum Orangutan Aceh (FORA), dan  Pesona Tropis Alam Indonesia (PETAI) dan Yayasan Inisiatif Pendidikan Orang Utan Indonesia.(Wan)

PT Jatim Jaya Perkasa diputuskan bersalah atas kebakaran lahan di Riau

$
0
0

JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Setelah pembacaan putusan sidang sempat ditunda 2 kali, Majelis Hakim PN Jakarta Utara yang menangani perkara gugatan Kementerian LHK terhadap PT. Jatim Jaya Perkasa (JJP) yaitu akhirnya memutuskan PT. JJP melakukan perbuatan melawan hukum.

Walaupun Majelis Hakim sudah memutuskan bahwa PT. JJP sudah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas kebakaran dilokasi kebun sawit mereka. Pihak KLHK akan menyiapkan langkah hukum banding. 

"Hal ini dilakukan karena Majelis Hakim hanya mengabulkan sebagian gugatan atas kebakaran lahan seluas 1.000 Ha di lokasi PT. Jatim Jaya Perkasa," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com (17/06/2016)

Dijelaskan KLHK meyakini bahwa luas lahan yang terbakar adalah 1.000 hektar sementara majelis hakim berpendapat luas yang terbakar 120 hektar, untuk itu Majelis Hakim menjatuhkan ganti rugi Rp7.196.188.475 (tujuh miliar seratus sembilan puluh enam enam juta seratus delapan puluh delapan ribu empat ratus tujuh puluh lima rupiah); dan biaya pemulihan Rp22.277.130.852 (dua puluh dua miliar dua ratus tujuh puluh tujuh  juta seratus tiga puluh ribu delapan ratus lima puluh dua rupiah). Ganti rugi dan biaya pemulihan ini lebih kecil dari yang digugat oleh KLHK yaitu sebesar Rp 491.025.500.000.

Berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan, KLHK akan terus melakukan langkah-langkah penegakan hukum, baik melalui penerapan sanksi administratif, pidana maupun melalui gugatan perdata. Langkah-langkah penegakan hukum ini perlu dilakukan agar teruwujudnya efek jera bagi pelaku.

"Pada saat ini KLHK juga sedang berkoordinasi dengan Pengadilan Tinggi Aceh untuk menindaklanjuti langkah eksekusi putusan MA terkait putusan PT. Kalista Alam untuk membayar ganti rugi dan biaya pemulihan sebesar Rp. 360 Milyar," tambahnya. (Wan)
 
-->

Greenpeace gugat KLHK terkait keterbukaan informasi geospasial

$
0
0
Kebakaran hutan di Riau. Foto : Adek Berry/AFP.

JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Hari ini Greenpeace Indonesia memenuhi undangan sidang pertama di Komisi Informasi Publik di Jakarta terkait gugatan Greenpeace terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait keterbukaan informasi geospasial/peta. 

Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, Teguh Surya mengatakan, keterbukaan atas informasi peta merupakan hal penting dalam mendorong perbaikan tata kelola hutan dan sumber daya alam serta menjamin hak dan partisipasi publik pengawasan tata kelola hutan.

Beberapa waktu lalu, Greenpeace mengirim tim investigasi ke Pangkalan Terap Kecamatan Teluk Meranti untuk mengumpulkan informasi mengenai kebakaran yang terjadi. Kebakaran terjadi dan disebabkan oleh praktek pengeringan gambut di perkebunan kelapa sawit. 

Meskipun Pemerintah telah menetapkan peraturan untuk menutup kanal-kanal di perkebunan, praktik yang berbahaya ini masih terus dilakukan, mengancam kehidupan masyarakat dan perlindungan lingkungan. Pemantauan secara partisipatif oleh masyarakat hanya dimungkinkan jika Pemerintah bersedia membuka akses informasi kepada publik.

"Kebakaran hutan dan lahan gambut seperti ini tidak terjadi  tanpa sebab. Api ini dipicu oleh pengelolaan lahan yang buruk perambahan hutan dan pengeringan lahan gambut,"ujarnya. 

Dijelaskan, perlindungan gambut sangat penting untuk mencegah kebakaran, sama pentingnya dengan mencegah perambahan hutan. Namun saat ini, akses informasi peta yang menunjukkan kawasan konsesi, tutupan hutan dan kedalaman lahan gambut masih tertutup untuk publik.

Publik memiliki hak atas informasi yang dapat membantu pencegahan kebakaran hutan dengan cara memantau secara langsung atau tidak langsung atas deforestasi dan pemberian ijin konsesi. Perlindungan gambut sangat penting untuk pencegahan kebakaran. 

Akses informasi peta yang terbuka memungkinkan lembaga penegak hukum dan masyarakat untuk memantau kawasan yang rentan terbakar, dan melakukan aksi pencegahan termasuk mendorong penegakan hukum yang lebih terbuka.

Greenpeace meminta pemerintah untuk membuka data penting terkait hutan Indonesia kepada publik. Gugatan Greenpeace meminta agar data disediakan dalam bentuk peta berformat shapefile.  

Format tersebut memungkinkan untuk setiap anggota masyarakat lainnya dapat menggabungkan peta resmi yang dikeluarkan pemerintah dengan gambar satelit terkini atau informasi digital lainnya untuk membuat analisis. Hasil analisis nantinya dapat menunjukkan letak lokasi kebakaran atau letak lokasi hutan yang sedang dibuka, dan kemudian mengetahui siapa yang harus bertanggung jawab di lokasi tersebut. Oleh karena itu, untuk menjawab hal tersebut akses data-data kehutanan penting untuk dibuka agar pelaku pengrusakan bisa diketahui dan dimintai pertanggungjawabannya.  

Sebagai kuasa hukum Greenpeace dalam gugatan keterbukaan informasi ini, Bapak Iskandar Sonhadji, S.H. mengatakan, hukum sangat jelas, informasi yang dihasilkan oleh badan-badan publik adalah milik publik.

"Tapi saat ini data yang ditutup malah menimbulkan pertanyaan dan misteri yang belum tersingkap tentang siapa pemilik lahan-lahan konsesi. Ketika kebakaran hutan besar terjadi tahun lalu, masyarakat, petugas pemadam kebakaran bahkan polisi baru menyadari mereka tidak memiliki akses ke data-data penting yang dibutuhkan untuk memadamkan api serta untuk mencegah kebakaran terjadi lagi. Perjuangan ini bukan hanya demi keterbukaan informasi, tapi yang lebih penting lagi perjuangan ini untuk masa depan hutan yang bebas dari api.”jelasnya. (BL)
-->

Bencana Ekologis dalam Perspektif Perubahan Iklim

$
0
0
Longsor di Sangihe, Sulawesi Utara yang menelan korban dua warga meninggal. Foto : Manadokita.com
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Akhir-akhir ini berbagai bencana ekologis banyak terjadi di Indonesia, banjir di Padang, tanah longsor di Jawa Tengah, banjir rob di pantai Jawa dan Bali, apakah bencana ini ada kaitannya dengan perubahan iklim? 

Hal tersebut dibahas dalam Media Briefing yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta(22/06/2016)

Hadir sebagai narasumber Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Andi Eka Sakya, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim KLHK, Sri Tantri Arundhati, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan KLHK, Ruandha Agung Sugardiman, Penasehat Senior Menteri LHK, Imam B. Prasodjo dan Suryo Adiwibowo.

Andi Eka Sakya menyatakan bahwa peningkatan curah hujan secara masif di Sumatera, Jawa, Kalimantan pada Juni 2016 dipicu oleh fenomena Madden Julian Oscilation (MJO) yang berasosiasi dengan kondisi SST Indonesia yang hangat. 

Disamping itu, fenomena El nino yang ekstrim tahun 2015, maka berimplikasi pada panjangnya fenomena La Nina terjadi tahun 2016. Beberapa wilayah di Indonesia yang berpotensi hujan lebat meliputi wilayah: Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, NTT, Papua Barat dan Papua.” 

Andi Eka juga menyampaikawalaupun Riau, Jambi, Sumsel, Sumbar, Bengkulu, Sumbar, Bengkulu, Kalbar, Kalser, Kalteng dan Jatim, mendapat curah hujan yang intensitasnya rendah, namun provinsi-provinsi ini juga masuk dalam provinsi yang rentan mengalami kebakaran selama musim kemarau basah ini.”

Sementara Kepala BMKG memperkirakan gelombang tinggi masih berpeluang terjadi hingga 25 Juni 2016 khususnya di wilayah perairan barat Sumatera dan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara.
  
Wilayah yang sudah memasuki musim kemarau meliputi 50 % wilayah Indonesia sebagian wilayah khususnya Sumatera dan Jawa masih mengalami musim hujan. Potensi meningkatnya kejadian banjir pada tahun ini, baik pada periode musim kemarau dan musim hujan 2016/2017”. 

Dari sisi kondisi hutan di pulau Jawa, Ruandha Agung Sugardiman menerangkan hubungan antara siklus bencana dan kondisi hutan di Jawa dimana,“jika kualitas dan kuantitas hutan menurun, maka titik/lokasi sumber potensial bencana jadi bertambah, luas wilayah yang terancam bencana juga bertambah dan kemungkinan terjadi bencana juga semakin meningkat”. 

“Kementerian telah melakukan upaya antisipasi sejak 10 tahun lalu dengan mensosialisasikan Land Position Map-LPM (kriteria: lereng, curah hujan, tanah, geologi, morfometri dan posisi DAS) mulai tahun 2003. Upaya melengkapi informasi menjadi LPM+ sehingga mencakup kriteria pokok: bagian hulu DAS, tidak berhutan dan posisi lahan sangat rawan (berdasarkan kriteria LPM). Dan LPM+ digabung dengan 2 peta yaitu: Peta Gerakan Tanah dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi tahun 2006 dan Peta Zona Banjir hasil kerjasama Bappenas-Dephut tahun 2004, sehingga menghasilkan Peta LPM++”, lanjutnya.

Dari sisi dampak perubahan iklim, Sri Tantri Arundhati menyampaikan, diprediksi kenaikan muka air laut kawasan pesisir pantai Asia Tenggara di tahun 2050 akan mencapai hingga 50 cm dan 100 cm di tahun 2090. Kota-kota besar di Asia Tenggara seperti Jakarta, Bangkok, Ho Chi Minh, Manila, dan Yangon, akan terkena dampak yang paling besar. Meningkatnya kerentanan aquaculture, pertanian, tangkapan ikan, meningkatnya intensitas angin puting beliung tropis, serta intrusi air laut.

Untuk mengatasinya lanjut Sri, solusi perubahan iklim dilakukan melalui adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, didukung dengan transfer teknologi, pendanaan dan peningkatan kapasitas. Dampak perubahan iklim akan semakin memperburuk kejadian bencana dari segi intensitas dan kuantitas.

Upaya integrasi  pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim ditujukan untuk mengurangi potensi kerugian dan tingginya biaya atau investasi pembangunan maupun pemulihan wilayah bencana. Upaya integrasi mencakup kebijakan dan kelembagaan, pendanaan, program dan kegiatan.

Penasehat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Suryo Adiwibowo dalam paparannya menyampaikan bahwa bencana yang terjadi bekerja dalam dua hal secara simultan. 

Perubahan iklim menjadi faktor pertama dan faktor global, selanjutnya adalah faktor perubahan lingkungan lokal yang berintegrasi menjadi bencana alam domestik di Indonesia.

Pada tahun 2016, menurut Adiwibowo, ada petisi yang ditandatangani sebagai sebuah early warning system untuk mencegah terjadinya integrasi bencana alam dari faktor global dan lokal. Suryo Adi juga menyatakan, bahwa degradasi lahan juga merupakan salah satu penyebab eskalasi terjadinya bencana.

Salah satu contoh yang disebutkan Adiwibowo adalah, tata ruang pulau Jawa yang peruntukkannya, dibuat sebagai tempat berdirinya pusat industri dan pusat jasa. Bila dibandingkan beberapa tahun lalu, pembangunan pulau Jawa di pusatkan di utara Jawa, namun saat ini, rencana tata ruang pulau Jawa dipindahkan ke selatan pulau Jawa, yang sekaligus merupakan daerah dengan cincin api.

Sementara itu Imam B. Prasojo sebagai Penasehat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menambahkan, inisiasi mengumpulkan BMKG dan KLHK pada hari ini, merupakan sebuah langkah sinergi untuk mengantisipasi potensi bencana, yang harus dihadapi pemerintah. Hal ini khususnya terkait waktu mudik lebaran yang akan terjadi pada dua minggu mendatang. 

"Pemerintah perlu melalukan langkah integrasi untuk mencegah bencana, mengingat pihak yang paling rentan terhadap bencana adalah masyarakat. Oleh karenanya perlu sebuah prosedur yang jelas untuk sama-sama meliterasi masyarakat akan perihal tanggap bencana,"tandasnya.(BL/KLHK)

Berada di Kebun Binatang Terburuk, Scorpion Minta "Boy" dkk Dilepasliarkan

$
0
0
Orangutan. Foto : SCORPION
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group menilai Kebun Binatang Kasang Kulim di Provinsi Riaumerupakan kebun binatang terburuk di seluruh Indonesia.

Scorpion terutama khawatir tentang empat orangutan di kebun binatang Kasang Kulim. Orangutan ditempatkan di dalam kandang tua dan terbuka, dan benar-benar tidak cocok untuk orangutan. Tidak ada di kebun binatang ini yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk cara merawat orangutan serta binatang lainnyasecara benar.
  
 "Dua kali kami telah menyurati Direktorat Konservasi Keanekaragaman di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, meminta semua orangutan di Kasang Kulim dipindahkan. Adalah suatu kesalahan bagi Direktorat KKH membiarkan orangutan tersebut menderita di kebun binatang yang sangat buruk ini. Orangutan tersebut dapat mati setiap saat akibat kelalaian,"kata Direktur Program Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group, Gunung Gea.

Satu orangutan, bernama 'Boy'adalah orangutan liar tangkapan dan disimpan sebagai hewan peliharaan oleh seorang perwira militer dan diserahkan ke kebun binatang Kasang Kulim. Orangutan ini seharusnya segera dikirim ke pusat penyelamatan khusus orangutan di Sumatera.

"Kami sangat kecewa dengan penanganan orangutan di Riau oleh Direktorat Konservasi KeanekaragamanHayati. Oleh karena itu, kami menghimbau agar Menteri Lingkungan Hidup ibu Siti Nurbaya untuk segera menginstruksikan kepada stafnya untuk mengeluarkan semua orangutan dari kebun binatang Kasang Kulim. Mungkin keempat orangutan tersebut bisa kembali ke alam liar dimana mereka seharusnya berada," ujarnya.

Investigator Scorpion telah melakukan 4 kali kunjungan ke Kebun Binatang Kasang Kulim. Pada setiap kunjungan mereka melihat tidak ada pengawasan dari keeper satwa dan pengunjung bebas memberikan makanan sembarangan kepada orangutan. 

 
Pada tanggal 16 Maret, 2016, Direktur Program Scorpion, Gunung Gea, menemui Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati,  Bambang Dahono Adji di Jakarta untuk membahas orangutan di Kasang Kulim. Dia mengatakan akan mengirim petugas untuk memeriksa kondisi orangutan tersebut. Hingga saat ini empat orangutan masih berada di Kasang Kulim.

"Orangutan adalah aset nasional Indonesia. Mereka pantas mendapat perlakuan dan perlindungan yang baik dari kita.Orangutan itu lebih baik dikembalikan ke alam tapi tidak mengurung orangutan seperti penjahat di balik jeruji besi dan tembok beton,"tandasnya. (BL) -->

Aktivitas illegal logging ancam kelestarian Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

$
0
0
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Foto : Ist.
MANADO, BERITALINGKUNGAN.COM - Taman Nasional Bogani Nani Wartabone di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara kini terancam akibat aktivitas penebangan liar atau illegal logging
 
Kawasan ini memiliki luas 282.008.757 hektar, merupakan Taman Nasional yang terseluas di Sulawesi dan menjadi rumah bagi banyak satwa dan flora endemik Sulawesi, terutama satwa prioritas nasional seperti anoa, babirusa dan maleo.  

“Juga menyediakan jasa lingkungan yang bermanfaat bagi 400.000 masyarakat di Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara di Sulut dan Kabupaten Bone Bolango di Provinsi Gorontalo,” ujar Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Noel Layuk Allo, beberapa waktu lalu.

Sayangnya, keberadaan Taman Nasional Bogani, belum terlepas dari ancaman karena menjadi kawasan sasaran perambahan, penebangan kayu liar, penambangan tanpa ijin, perburuan dan kebakaran hutan.
 “Sehingga perlu kesepakatan bersama semua penegak hukum untuk memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab merusak kawasan tersebut,” ujar Muhammad Nur Kepala Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi seperti dikutip dari Manadokita.com (Sindikasi Beritalingkungan.com).  

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Kotamobagu, Dasplin, menambahkan tindak pidana Kehutanan merupakan salah satu kasus menyita perhatian kejaksaan. “Mengingat menyelamatkan lingkungan dan hutan itu merupakan tanggung jawab kita untuk keberaadaan kawasan konservasi,” katanya.

Dan pekan lalu, lima lembaga yakni Kepolisian Resor Bolaang Mongondow, Kejaksaan Negeri Kotamobagu, Pengadilan Negeri Kotamobagu dan Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi bersepakat meneken nota kesepahaman untuk meningkatkan penegakan hukum pengamanan dan perlindungan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang digagas E-PASS (Enhancing Protected Area System in Sulawesi) atau Peningkatan Sistem Kawasan Konservasi di Sulawesi.

Isinya meningkatkan kerjasama dalam pengamanan, penindakan dan penyelesaian tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan di Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dalam pemberantasan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. Menurunkan intensitas kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. 

Membangun jalur koordinasi antara lembaga penyidik untuk penuntasan kasus kejahatan kehutanan di kawasan tersebut. (Agust Hari/MK)

Ketika Perkebunan Sawit Membawa Sengsara

$
0
0
 
BERATUS tahun, hutan konawe  menjadi penyumbang kelangsungan hidup keanekaragaman hayati ekosistem, khususnya  daerah aliran sungai Konaweeha. Dapat dibayangkan, sumber alam seperti kayu dan rotan saja sudah melimpah ruah, belum lagi kandungan perut bumi lainnya. 

Bagi banyak penduduk Konawe, dari generasi ke generasi, hutan adalah tempat bergantung, penyokong bagi kehidupan. Hutan telah menjadi bagian hidup masyarakat lokal (suku Tolaki), dengan kearifan local, budaya berladang dan mengambil rotan di hutan. Sebagian   besar masyarakat yang bergantung dari hutan menggabungkan kegiatan berladang dan berkebun dengan memancing, berburu dan mengumpulkan berbagai jenis produk seperti rotan, damar dan madu.

Sayang,  hutan alam dengan sumber daya hayati tinggi itu perlahan tergerus dan telah berubah fungsi menjadi areal perkebunan. Dari kejauhan, terasering perkebunan membentang menggunduli hutan yang hijau. Luasnya membentang  di sepanjang hutan-hutan desa di Kecamatan Sampara hingga dataran tinggi Kecamatan Meluhu.
Perkebunan diperkirakan telah mencapai ribuan hektar, menerabas jauh areal hutan produksi hingga ke jantung hutan lindung. Parahnya, pembukaan areal konsesi sawit dibuka   hingga ke bibir  daerah aliran sungai Konaweha. Ini dapat dilihat dari perubahan rona hutan di sana. Hijau hutan  kini berubah menjadi tanah gundul yang disulap menjadi areal kebun kelapa  sawit.  Sebagian besar kebun sawit milik sejumlah perusahaan belum menghasilkan buah, karena baru berumur antara satu hingga  dua tahun.   
Terlihat jika selama ini pemerintah hanya mengejar PAD atau keuntungan semata, tanpa lagi  memperhatikan aspek lainnya, seperti hak-hak masyarakat dan aspek ekologi. Semisal  pembukaan ribuan hektar areal sawit dan perusahaan tambang di kecamatan sampara telah berdampak luas pada lingkungan hidup. Tak hanya persoalan hilangnya akses masyarakat terhadap lingkungan mereka, tetapi jauh dari itu pembukaan lahan telah menyebabkan hilangnya keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan dan mengancam sumber daya air di sepanjang daerah aliran sungai pohara yang menjadi salah satu sumber kehidupan dan  kelangsungan ekonomi warga di sekitar Pohara Sampara, dimana selama ini Sungai Pohara menjadi sumber hidup ribuan penambang pasir dan pencari kerang pokea. Namun apa yang dialami masyarakat tidak berpengaruh karena buktinya perusahaan yang tetap saja melakukan aktifitasnya. 
 
Aktifitas land claering untuk perkebunan  sawit. foto: WALHI SULTRA
Selain praktik perampasan tanah warga, kehadiran perusahaan sawit berdampak pada lingkungan hidup sekitar. Setiap tahun, saat musim hujan, warga sekitar areal perkebunan menerima dampak luapan lumpur. “Dulu tak ada luapan lumpur masuk ke pemukiman, namun kini sudah mencapai jalan raya,”kata Azis Karim. Sejumlah titik luapan lumpur, diantaranya di Desa Abelisawa,  Andaroa, Andepali, Anggalomoare, Rawua, Puuloro dan Totombe. Selain, jalan raya dan perumahan penduduk, banjir lumpr juga menerjang sarana umum seperti sekolah dan kantor pemerintah  desa dan kantor PLN. 
Cemari Sungai
Hadirnya perusahaan perkebunan disinyalir telah melanggar ketentuan. Ada diantara mereka yang ditengarai membuka lahan di kawasan yang bukan peruntukannya. DPRD Konawe sendiri pernah menemukan kegiatan perkebunan, beberapa perusahaan kelapa sawit tidak melakukan pemeliharaan hutan dan luput dari pengawasan pihak terkait.
Dewan menuding, amburadulnya pengelolaan kelapa sawit, disebabkan tidak selektifnya Pemda dalam memberikan izin. Idealnya untuk menanam perkebunan maksimal 25 derajat. Tapi yang terjadi, hutan Konawe sudah gundul bahkan sudah mencapai 90 derajat dan fatalnya  penmbukaan lahan berada tepat di pinggir daerah aliran sungai sehingga membuat air sungai tercemar.  
Pasalnya, sedimentasi lumpur tambang dan aktifitasi eksplorasi perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan sungai yang melintasi wilayah adminitratif Kecamatan Sampara tercemar berat. Dari pantauan lapangan ditemukan perubahan kualitas air yang kini berubah kemerahan, kualitas air ini berada di ambang mengkhawatikan untuk dikonsumsi.   Tak hanya bagi warga sekitar, tetapi juga PDAM Tirta Anoa Kota Kendari, yang selama puluhan tahun menggunakan sungai pohara sebagai sumber baku  air yang dimanfaatkan masyarakat di Kota Kendari. PDAM merupakan perusahaan milik daerah Kota Kendari yang bergerak di bidang pengolahan dan pendistribusian air bersih.Beberapa fasilitas yang dimilki dalam pemprosesan air bersih antara lain : intake, menara air, clarifier, pulsator, filter, dan reservoir. Semua perlatan – peralatan tadi dapat dioperasikan melalui system computer yang ada. Selain berbagai macam peralatan, PDAM juga menggunakan bahan kimia seperti : kaporit dan tawas dalam proses pengolahan air bersih. Air yang diproduksi dipantau kualitasnya oleh laboratorium. Sehingga air yang dihasilkan selalu memenuhi standar kesehatan air bersih.
Selama ini PDAM Tirta Anoa  Kota Kendari menjadikan sungai pohara sebagai sumber bahan baku air bersih yang didistribusikan kepada 25 ribu pelanggan di Kota Kendari. Hasil uji laboratorium kualitas air baku  pohara saat ini di atas 500 MTU (tingkat kekeruhan) dan mempengaruhi kualias air baku mengingat sedimentasi pengendapan lumpur cukup tebal. Produksi air baku PDAM dari sungai pohara sebesar 300 liter perdetik.
Kasubag sumber air baku dan pengeloaan PDAM, Irawansyah, mengaku saat ini biaya produksi PDAM menjadi meningkat hingga 10 persen akibat air sungai pohara yang semakin kotor memerlukan biaya dan waktu tambahan untuk disterilkan menjadi layak konsumsi. Saat proses pengendapan airpun sedimen yang dihasilkan menjadi semakin tebal dan hal ini akan berpotensi mengakibatkan terjadinya gangunggan peralatan akibat gangguan lumpur yang semakin banyak.
Dalam UU No. 23 tahun 1997  tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terminologi pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Untuk mengukur turunnya kualitas lingkungan tersebut, maka ditetapkanlah Baku Mutu. Istilah kontaminasi, pada hakikatnya lebih kurang sama dengan terminologi diatas, tetapi kosa kata kontaminasilebih populer dan sering dipergunakan dalam konteks pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah B3.
Nasir Andi Baso selaku Ketua Ketahanan Air Sulawesi Tenggara juga turut prihatin dengan banyakanya sungai yang kini tercemar limbah lumpur dari industry ekstraktif seperti tambng dan perkebunan sawit. Pria yang juga menjabat  Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara ini mencatat terjadinya perubahan kualitas air seiring dengan aktifitas manusia dan industri.  “Sesuai sifatnya air memang menjadi obyek yang rentan ternjadinya perubahan, kehadiran perusahaan tambang yang mengeksploitasi telah menyebabkan terjadinya pencemaran pada kualitas sumber daya air kita,”kata Nasir Andi Baso. Sebagai langkah antisifasi pemerintah telah menempuh langkah melakukan dialog dengan pemangku kepentingan  demi menekan laju pencemaran pada sumber sumber bahan baku air.
Dampak lain dari kehadiran perusahaan sawit  ternyata telah menyebabkan krisis air di areal persawahan di sejumlah wilayah di Konawe. Semata bukan karena dampak  musim kemarau panjang, tetapi juga dipicu oleh ekspansi perusahaan sawit yang secara seporadis mengolah lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweha.
Sungai Pohara yang telah tercemar lumpur. foto: WALHI SULTRA
Seperti yang terjadi di Desa Matabura, Kecamatan Amonggedo, Konawe, sejumlah perusahaan sawit mengolah lahan tidak jauh dari sempadan sungai. Dan di sekitar itu juga terdapat areal persawahan. Sehingga keberadaan kebun sawit sangat mempengaruhi kebutuhan air para petani untuk mengairi sawah-sawah mereka. Sawah di sekitar itu diapit oleh dua perusahaan, yakni tambang dan kebun sawit. Sehingga debit air yang masuk ke irigasi minim. Dan petani tidak bisa lagi mengairi sawahnya.
Dinas Kehutanan Konawe pernah melakukan pengecekan lokasi perusahaan. Bahkan saat itu ditemukan ada wilayah irigasi  yang mengering dan sudah ditanami komoditas sawit oleh perusahaan tanpa sepengatahuan instansi terkait (dinas pertanian). Padahal daerah yang ditanami tersebut adalah  daerah tangkapan air (tanggul). Di situ juga sudah ditanami sawit. Daerah-daerah persawahan yang paling banyak merasakan dampak kekeringan ini diantaranya daerah yang dihinggapi perkebunan sawit seperti,  Kecamatan Asinua, Meluhu dan Amonggedo. Ini tentu sangat mempengaruhi tingkat  produksi padi setiap tahun.
Penolakan atas kehadiran perusahaan sawit di Kabupaten Konawe memang bukan hal baru disuarakan banyak pihak. Bahkan DPRD Konawe, tepatnya  Augustus 2010 silam, Komisi B DPRD Kabupaten Konawe menyatakan menolak kehadiran investor perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Konawe. Pernyataan tersebut dilontarkan Wakil Ketua Komisi B DPRD Konawe, Djamaludin Banasiu dihadapan Ketua Komisi B DPRD Konawe, Gusli Topan Sabara yang kini menjadi Ketua DPRD Konawe dan anggota Komisi B lainnya. Sikap Komisi B tersebut merupakan keputusan bulat dari Komisi B setelah mereka melakukan kunjungan langsung ke lokasi perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Besulutubersama instansi dinas terkait.
Keputusan penolakan itu, bahkan direkomendasikan kepada pemerintah Kabupaten Konawe. Beberapa dasar pertimbangan penolakan perusahaan sawit tersebut telah melakukan aktivitas berupa pemetaan wilayah perkebunan dan penebangan kayu di kawasan hutan, sebelum ada izin prinsip dari pemerintah daerak Kabupaten Konawe. Selain itu kata dia, lokasi yang direncanakan akan menjadi areal perkebunan kepala sawit merupakan masuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS).
Dengan masuknya perusahaan sawit di Kecamatan Besulutu, Bandoala dan Sampara diprediksi akan menambah kerusakan kawasan DAS.  Bisa dibayangkan berapa banyak jenis kayu kayu yang hilang dan berapa ribu jenis flora fauna yang musnah saat pembukaan areal sawit. Sebab pembukaan areal sawit tidak seperti membuka areal HPH yang menggunakan pola tebang pilih dan melakukan proses reboisasi. Tetapi membuka areal sawit sama dengan menggunduli hutan alias menggunakan system babat habis.
Babat Habis
HUTAN  konawe memang cukup menggiurkan bagi dunia investasi. Betapa tidak, terdapat  sekitar 611.045 hektar ( sumber data BPS) kawasan hutan di negeri berjuluk Inolobu Nggadue ini. Luasan hutan terdiri dari kawasan suaka dan pelestarian alam seluas 17.115 Ha, hutan lindung  seluas 236.190 Ha, Hutan Produksi terbatas 107.463 Ha, hutan produksi biasa 52.041 Ha, Hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 24.913 Ha serta kawasan budidaya non kehutanan seluas 173.323 Ha.


Hutan yang luas lantas membuat Pemerintah Konawe jumawa dengan  membuka kran investasi seluas-luasnya, diantaranya memberikan ijin pengembangan perkebunan sawit hingga belasan ribu hektar pada sejumlah investor.  PT. Tani Prima Makmur misalnya, berdasarkan surat keputusan Bupati Konawe No 408 tahun 2010 memperoleh konsesi seluas 4.500 Ha dengan lokasi meliputi Kecamatan Meluhu, Amonggedo dan Bondoala. Tak hanya itu perusahaan milik  Ir Harlim Stevanus Wijaya. Itu  juga memproleh izin pengembangan perkebunan sawit dari bupati konawe pada tahun yang sama seluas 15.000 Ha dengan wilayah meliputi Kecamatan abuki, Tongauna, Anggaberi dan wawotobi.  Nah, itu  baru satu perusahaan, di Konawe sendiri ada sekitar 6 perusahaan sawit yang siap berinvestasi, yang seluruhnya telah melakukan kegiatan eksploitasi. 
Selain merubah rupa dan luas areal hutan, perlahan kehadiran perkebunan telah pula merubah pola kehidupan masyarakat dari polikultur, yaitu menanam berbagai tanaman perkebunan dan bersawah tadah hujan, berubah menjadi monokultur yaitu hanya menjadi buruh perkebunan kelapa sawit pada lahan mereka sendiri. Ini berimplikasi pada perubahan pola tanam dari berladang, menjadi budaya perusahaan. Temuan di lapangan di desa-desa yang dilalui perusahaan sawit  telah membuat sumber-sumber hidup masyarakat local, hal ini terlihat dari sudah jarangnya  terdapat pohon sagu, karena kebanyakan pohon sagu telah berganti dengan kelapa sawit.
 
hutan alam yang telah hilang. foto: WALHI SULTRA
Bahkan menurut masyarakat, tidak ada peningkatan perekonomian yang signifikan semenjak masuknya perkebunan sawit. Tak sampai di situ, harapan kesejahteraan dari perkebunan sawit belum benar-benar dirasakan manfaatnya. Perusahaan sawit sama sekali belum memberikan manfaat ekonomi yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari produksi kelapa sawit empat tahun belakangan, dimana pada tahun 2013 lalu, produksi sawit di Konawe hanya berada di angka 120 ton /tahun (data statistic konawe dalam angka). Angka ini jauh di bawah dari komoditi perkebunan lainnya seperti, produksi sagu yang mencapai 2479,6 ton per tahun. Bahkan kalah dari nilai produksi cengkeh dan kakao yang masing-masing  mencapai 295,5 ton dan 12.561,4 ton per tahun.
Padahal di awal-awalnya, pemerintah menggadang-gadang kehadiran perusahaan sawit akan mensejahterakan rakyat. Sederat rencana pemerintah setidaknya  bermimpi daerah akan memperoleh pemasukan PAD dari perusahaan –perusahaan sawit sebesar  200 miliar per tahun serta menciptakan lapangan kerja buat ribuan orang.
Rampas Tanah Rakyat
Alih-alih  mensejahterakan rakyat, kehadiran perusahaan perkebunan  sawit justeru membuat rakyat sengsara karena merapas hak-hak masyarakat local. Seperti yang terjadi di wilayah kecamatan sampara.
Salah satu perusahaan kebun kelapa sawit   PT Harlita Agri Makmur yang  beroperasi dengan semena-mena mencaplok tanah masyarakat. Perusahaan memanfaatkan kelemahan warga  yang rata-rata tidak memiliki sertifikat lahan, sehingga dimanfaatkan pihak perusahaan seenaknya menerobos dan menguasai lahan warga tanpa memberikan ganti rugi.
Yusuf, salah satu warga yang tanahnya dikuasai PT Harlita Agri Makmur mengaku sudah dua tahun berjuang merebut tanahnya yang dicaplok perusahaan tersebut. Perusahaan bahkan menghancurkan semua tanaman produktif yang tumbuh di atas tanahnya. Ia  telah berkali-kali melakukan protes, namun tidak mendapatkan tanggapan. Bahkan, pria parubaya itu telah berupaya menempuh jalur hukum dengan melapor ke pihak kepolisian, namun tetap tidak mendapat tanggapan. Demikian pula Pemerintah Daerah (Pemda) juga tidak memberikan solusi.
Diduga keberanian pihak perusahaan menguasai lahan warga tanpa membayar ganti rugi lahan itu akibat dibekingi pihak pemerintah dan aparat penegak hukum. Sejumlah kepala desa di kecamatan itu juga ditengarai telah menerbitkan surat Kepemilikan Tanah (SKT) baru dengan mengatasnamakan lahan warga tersebut sebagai lahannya sendiri  dan telah mendapatkan ganti rugi dari pihak perusahaan.  
Yusuf mengaku tak sendiri.  Ada puluhan warga bernasib sama seperti dirinya. Azis Karim misalnya yang mengaku tanah seluas setengah hektar yang diatasnya tumbuh tanaman produktif diambil paksa perkebunan sawit. Meski begitu, kesewenang-wenangan itu tidak lantas membuat masyarakat pemilik lahan diam. Sebaliknya  mereka akan terus memperjuangkan haknya. Sebagai salah satu bentuk protes jalan perusahaan yang berada di desa Andaroa telah dipalang oleh warga dan tidak membiarkan pihak perusahaan melalui jalan tersebut.
Ironis memang,  pemerintah yang diharapkan menjadi mediator komunikasi antara perusahaan dan warga tak mengambil peran sama sekali. Justeru cenderung menjadi pihak yang ikut berkolaborasi dengan perusahaan. Ini dapat dilihat dari seringnya masyarakat meminta pemerintah  menjembatani permasalahan, tapi tidak pernah mendapat tanggapan serius, bahkan  terkesan tidak peduli.
Sungai Pohara. foto: YOS
Proyeksi Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara, hampir setengah  kawasan hutan telah dikapling untuk pembukaan areal pencadangan termasuk untuk lahan sawit. Pihak dinas kehutanan  sendiri merasa tidak setuju dengan pembukaan lahan sawit yang tidak memperhatikan aspek ekologi.  Sebab saat ini ada kecenderungan pembukaan lahan sawit tak mengenal batas areal. Artinya   pembukaan areal sawit tidak hanya berada di dataran dengan kemiringan lebih dari 35 derajat tetapi juga telah memasuki areka kawasan hutan produksi dan  hutan lindung. Karena itu juga pihak kehutanan mencurigai dari sekitar 500 ribu hektar rencana pembukaan lahan sawit di sultra hanya separuhnya yang benar-benar kebun sawit. Sisanya, pohon-pohonnya ditebang dan lahannya  dibiarkan terlantar. 
Sebagaimana diatur dalam PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang tata cara pelepasan lahan, maka seharusnya dimulai dengan tahapan  pengusulan investor sawit yang diajukan bupati selaku kepala daerah kabupaten, yang selanjutnya direkomendasikan oleh gubernur  dan diteruskan ke menteri terkait untuk pelepasan lahan kelola. Bila mengacu mekanisme tersebut, maka dipastikan hampir seluruh perusahaan sawit yang saat ini beramai-ramai melirik Sultra untuk menanamkan investasi tidak ada yang memenuhi standar.
Dr. Ir. Edi Purwanto, M.Sc, Direktur Opwal Trust dan Peneliti Bidang Hdirologi dan pengelolaan DAS dalam artikelnya menuliskan,  pembangunan kebun kelapa sawit yang dilakukan dengan mengkonversi hutan alam, selain merusak habitat hutan alam yang berarti menghancurkan seluruh kekayaan hayati hutan yang tidak ternilai harga dan manfaatnya, juga akan merubah landscape (permukaan tanah) hutan alam secara total. Proses ini apabila tidak dilakukan dengan baik (dan biasanya memang demikian) akan berdampak pada kerusakan seluruh ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada dibawahnya. Dampaknya, antara lain adalah meningkatnya aliran permukaan (surface runoff), tanah longsor, erosi dan sedimentasi. Kondisi ini semakin parah, apabila pembersihan lahan (setelah kayunya ditebang) dilakukan dengan cara pembakaran.
Dalam setiap perkebunan yang dikelola secara intensif, rumput dan tumbuhan bawah secara menerus akan dibersihkan, karena akan berperan sebagai gulma tanaman pokok. Dilain pihak, rumput dan tumbuhan bawah ini justru berperan sangat penting untuk mengendalikan laju erosi dan aliran permukaan. Keberadaan pepohonan yang tanpa diimbangi oleh pembentukan serasah dan tumbuhan bawah justru malah meningkatkan laju erosi permukaan. Mengingat energi kinetik tetesan hujan dari pohon setinggi lebih dari 7 meter justru lebih besar dibandingkan tetesan hujan yang jatuh bebas di luar hutan. Dalam kondisi ini, tetesan air tajuk (crown-drip) memperoleh kembali energi kinetiknya sebesar 90% dari enerji kinetik semula, disamping itu butir-butir air yang tertahan di daun akan saling terkumpul membentuk butiran air (leaf-drip) yang lebih besar, sebingga secara total justru meningkatkan erosivitas hujan.
Pembangunan perkebunan memerlukan pembangunan jalan, dari jalan utama hingga jalan inspeksi, serta pembangunan infrastruktur (perkantoran, perumahan), termasuk saluran drainase. Kondisi ini apabila tidak dilakukan dengan baik (lagi-lagi biasanya memang demikian) akan berdampak pada semakin cepatnya air hujan mengalir menuju ke hilir. Implikasinya, peresapan air menjadi terbatas dan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor akan meningkat.
Di lain pihak, pohon kelapa sawit sebagai pohon yang cepat tumbuh (fast growing species) dikenal sebagai pohon yang rakus air, artinya pohon ini memiliki laju evapotranspirasi (penguap-keringatan) yang tinggi. Setiap pohon sawit memerlukan 20 – 30 liter air setiap harinya. Dengan demikian konversi hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit dapat mengurangi ketersediaan air khususnya di musim kemarau. Sumber-sumber air di sekitar kebun kelapa sawit terancam lenyap, seiring dengan pertambahan luas dan bertambahnya umur pohon kelapa sawit.
Memperhatikan melimpahnya sumberdaya lahan dan semakin menyusut dan langkanya hutan alam, pembangunan perkebunan kelapa sawit seharusnya tidak lagi dilakukan dengan cara mengkonversi hutan alam. Masih tersedia sumberdaya lahan yang maha luas dan tidak produktif menunggu sentuhan investasi. Sudah saatnya pembangunan tidak sekedar mengejar pertumbuhan, namun harus menjunjung tinggi kelestarian lingkungan. Investasi yang dilakukan tidak tepat sasaran sudah banyak terbukti merusak lingkungan, bahkan merusak kehidupan. Jangan biarkan darah dan airmata serta dana terbuang percuma karena kesalahan pengambilan keputusan.(YOSHASRUL/SN)
-->

85 Persen Hutan Sagu Indonesia di Tanah Papua

$
0
0
Sagu pangan lokal masyarakat adat Papua yang terabaikan-Jubi/Ist
Indonesia memiliki lebih dari 90 persen hutan hutan sagu di dunia, dengan luas hutan sagu hampir 85 persen dari total luasan areal sagu di Indonesia terdapat di Tanah Papua yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat. Para pakar berharap sagu dapat menjadi kunci kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia bagian timur, khususnya Papua dan Papua Barat.

“Indonesia memiliki lebih dari 90 persen luasan sagu di dunia, dengan 85 persennya terdapat di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dengan fakta tersebut, Pemerintah seharusnya dapat melihat ini sebagai kesempatan untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen sagu terbesar di dunia dan juga komponen utama untuk menyejahterakan rakyat di Indonesia bagian timur,” ujar Bambang Hariyanto, Peneliti Utama di Pusat Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di Jakarta, Rabu (8/6/2016).

Menurut dia pohon sagu atau sago palm (Metroxylon sagu) adalah tanaman asli Indonesia yang menjadi sumber karbohidrat utama. Bahkan sagu juga dapat digunakan sebagai makanan sehat (rendah kadar glikemik), selain dapat dipakai untuk bioethanol, gula untuk industri makanan dan minuman, pakan ternak, industri kertas, farmasi dan lainnya. Di Indonesia, selain dikenal hidup dan berkembang di Papua, pohon sagu juga terdapat di Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Riau dan Kepulauan Mentawai. Namun demikian, mayoritas pohon sagu terdapat di Papua dengan luasan lahan 1,20 juta hektar (ha).

Dalam peta sebaran sagu menurut situs resmi Kementerian Pertanian disebutkan bahwa pohon sagu yang hidup di hutan alam mencapai 1,25 juta ha, dengan rincian 1,20 juta di Papua dan Papua Barat dan 50 ribu ha di Maluku. Sedangkan pohon sagu yang merupakan hasil semi budidaya (sengaja ditanam/semi cultivation) mencapai 158 ribu ha, dengan rincian 34 ribu ha di Papua dan Papua Barat, di Maluku 10 ribu ha, di Sulawesi 30 ribu ha, di Kalimantan 20 ribu ha, di Sumatera 30 ribu ha, di Kepulauan Riau 20 ribu ha, dan di Kepulauan Mentawai 10 ribu ha.

Data yang ada menunjukkan bahwa areal sagu Indonesia menurut Prof.Flach mencapai 1,2 juta ha dengan produksi berkisar 8,4-13,6 juta ton per tahun, dan sekitar 90 persen berada di Papua.  Sagu adalah salah satu sumber pangan utama bagi sebagian masyarakat di beberapa bagian negara di dunia. Penyebaran tanaman sagu di Indonesia terutama di daerah Papua, Papua Barat, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jambi,  Sumatera Barat ( Mentawai), dan  Riau.

Namun sayangnya, meski sebagai sumber pangan utama di Papua dan Maluku, pengembangannya belum ditangani secara intesif. Hal itu, dikarenakan politik pangan Indonesia sangat bertumpu pada tanaman padi. Padi atau beras menjadi tolok ukur untuk menentukan tingkat konsumsi karbohidrat. Padahal tidak semua daerah di Indonesia dapat ditanami padi atau penduduknya terbiasa menanam padi atau secara tradisi tidak mengandalkan padi sebagai bahan pangannya.

Dalam upaya meningkatkan kesadaran mengenai arti penting pelestarian dan pemanfaatan sagu untuk mendukung ketahanan pangan dan energi nasional, pada seminar Triwulan yang ke-4 Puslitbang Perkebunan menitikberatkan pembahasan mengenai permasalahan sumber daya genetik, usaha pelestarian serta diversifikasi produk olahan sagu di Indonesia.

Pada seminar tersebut yang dikutip Jubi dari http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id  peneliti Litbang Pertanian,  Hengky Novarianto menyebutkan , pertama pengembangan tanaman sagu harus dilihat secara utuh, yaitu sagu dalam bentuk budidaya/semibudidaya dan sagu dalam hamparan kawasan hutan. Kedua Percepatan pelepasan varietas sagu dan penggunaan anakan sagu unggul merupakan strategi dalam pengembangan sagu di Indonesia.

Sementara sumber lain, yaitu Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), menyebutkan bahwa luas sagu dunia mencapai 6,5 juta ha pada 2014. Dari luas lahan tersebut, Indonesia memililiki pohon sagu seluas 5,5 juta ha dan dari luas lahan tersebut yang berada di Papua dan Papua Barat mencapai 5,2 juta ha.

Sayangnya, dengan luasnya lahan sagu di Papua, potensi sagu di Indonesia wilayah timur belum dimanfaatkan secara maksimal. Bahkan lahan sagu secara perlahan mulai terkikis oleh pembangunan jalan, rumah toko dan pembangunan lainnya. Padahal tanaman sagu banyak manfaatnya bagi kehidupan masyarakat di wilayah Indonesia bagian Timur. Tidak hanya dapat menjadi bahan pangan utama, daun sagu juga bisa dijadikan sebagai atap rumah tradisional.

Saat ini peta industri sagu di Indonesia baru terdapat di Selat Panjang, Kabupaten Meranti, Provinsi Riau untuk wilayah barat. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian timur, sentranya terdapat di kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat. Pohon sagu tumbuh secara alami di hutan Papua dan apabila tidak dimanfaatkan akan mati dengan sendirinya dan potensi tepung sagunya akan terbuang percuma. Namun, karena satu dan lain hal, memang tidak mudah mengembangkan industri sagu di Tanah Air, khususnya di Indonesia bagian timur.

Menurut Bambang, salah satu masalah utama sulitnya pengembangan sagu di Indonesia adalah infrastruktur. Di Papua, warga kesulitan memasok sagu rakyat ke pabrik sagu besar dan pabrik sagu besar sulit untuk menyalurkan hasil produksinya keluar. Sebagai akibatnya, biaya logistik bisa mencapai 30 persen dari biaya produksi. Selain itu, masalah ketersediaan listrik di Indonesia bagian Timur juga menjadi kendala bagi pengembangan sagu di Bumi Nusantara.

“Ada juga pemasalahan sosial ekonomi, di mana pengolahan sagu di Papua terkena hak hutan ulayat. Artinya, masyarakat perlu mendapat kompensasi dalam setiap pengelolaannya. Untuk hal ini, para pakar berharap pemerintah dapat turut campur tangan melalui kebijakan agar dapat mempermudah pengembangan sagu di Papua,”ucap Bambang.

Permasalahan ini kata  Bambang, menunjukkan pentingnya peranan pemerintah, karena banyak permasalahan yang hanya dapat diselesaikan dengan campur tangan pemerintah pusat.

Kunjungan kerja Presiden Joko Widodo pada akhir 2015 dan awal 2016 lalu ke Papua, juga dibarengi dengan kunjungan ke salah satu pabrik sagu di Provinsi Papua Barat. Kehadiran Presiden tersebut diyakini dapat memberikan secercah harapan bagi masyarakat Indonesia bagian Timur akan keseriusan komitmen pemerintah untuk mengoptimalkan potensi sagu guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia bagian Timur.

“Harapan saya adalah agar sagu ini dapat dikembangkan secara optimal, tidak hanya untuk mendukung ketahanan pangan lokal maupun nasional, namun terutama agar dapat membuka lapangan kerja lebih luas untuk mengurangi pengangguran di Papua. Dan tentunya dapat menggerakkan perekonomian Indonesia bagian timur secara perlahan namun pasti,”tandas Bambang penuh harap.

Perum Perhutani telah membangun pabrik sagu modern dan terbesar di Indonesia senilai Rp 112 miliar yang berlokasi di Distrik Kais, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat. Pabrik yang  pembangunannya dimulai pada 2012 itu,telah diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini.(Dominggus Mampioper/Jubi)

-->

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan canangkan Siak Hijau

$
0
0

SIAK, BERITALINGKUNGAN.COM- Menteri lLingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menandatan gani prasasti Kabupaten Siak Hijau pada acara dialog dan penanaman pohon bersama pelajar di Islamic Center Kabupaten Siak Provinsi Riau, Jumat 22 Juli 2016. 

Sebanyak 2.500 batang pohon ditanam secara serentak dipimpin oleh Menteri Siti Nurbaya dan Bupati Siak Syamsuar dan akan dilanjutkan penanaman 7.500 pohon di kecamatan-kecamatan di seluruh Kabupaten Siak.

Menteri Siti Nurbaya menyampaikan banyak persoalan lingkungan hidup dan ke- hutanan di Indonesia, salah satu contohnya lahan kritis di seluruh Indonesia akan diselesaikan secara bertahap. “Pelajaran sudah kita petik dari gerakan penanaman dan pelihara pohon yang telah dilakukan selama ini, dimana pohon-pohon yang tumbuh dapat menjadi sumber air dan memberikan udara bersih”, ujar Menteri Siti Nurbaya.

Penanaman pohon yang dilaksanakan bersama para pemangku kepentingan di siak terutama para pelajar ini menjadi aktualisasi dan realisasi dari pencanangan Kabu- paten Siak Hijau. Provinsi Riau dinilai sering mengalami masalah lingkungan seperti bencana kebakaran lahan dan hutan sehingga penanaman pohon bersama masyarakat ini menjadi wujud nyata bahwa masyarakat Riau menghendaki adanya kualitas lingkungan hidup yang lebih baik. 

Di depan para masyarakat, LSM, pelajar atau "green generation", Menteri Siti Nurbaya juga menantang untuk menanam pohon seumur hidup. “Berani tidak, putra-pu- tri di Siak ini selama seumur hidup untuk menanam pohon?” tanya Menteri Siti Nurbaya. 

Tantangan menanam pohon tersebut, kata Menteri Siti Nurbaya, dapat di- lakukan di setiap rumah sebab rumah-rumah di Siak memiliki halaman yang luas.

 “Jadi pencanangan Kabupaten Siak Hijau ini sekaligus menjadi tantangan rumahku hutanku karena di halaman rumahku ada hutan”, tuturnya.

Diharapkan dengan pencanangan Kabupaten Siak Hijau ini dapat menjadi acuan bagi daerah-daerah lain di Indonesia menuju kehidupan yang lebih baik.
-->

Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional dipusatkan di Taman Nasional Bali Barat

$
0
0
Burung Jalak Bali, salah satu hewan dilindungi. Foto: kioopo.com
BALI, BERITALINGKUNGAN.COM- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hari ini kembali memperingati Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN)  yang tahun ini dipusatkan di Taman Nasional Bali Barat.

Acara tersebut dirangkaikan dengan Jambore Konservasi yang ke-3. Peringatan HKAN yang diperingati setiap tanggal 10 Agustus ini telah dimulai sejak tahun 2009. 

Tachrir Fathoni Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK dalam rilisnya yang diterima Beritalingkungan.com mengatakan, jika dipetakan, di Indonesia nampak yang paling hijau adalah hutan-hutan yang berada di kawasan konservasi.

"Tantangan besar dari Indonesia adalah menjaganya, apalagi kita telah memiliki hari konservasi alam, yang kedua adalah kualitas dan kuantitas sumber daya manusia sebagai penjaga konservasinya"ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Fathoni mendorong partisipasi masyarakat, NGO juga swasta dalam melakukan konservasi.

Fathoni menyampaikan bahwa menurut pengamatan dari beberapa NGO, bahwa saat ini sudah semakin sulit menemukan transaksi satwa, ini berarti upaya penegakan hukum yang dilakukan selama ini cukup memberikan efek jera pelaku kejahatan, serta hal positif bagi pengurangan angka perdagangan satwa langka tersebut.

Sebagai bentuk apresiasi kepada masyarakat, komunitas, pelaku usaha yang ikut serta melakukan upaya konservasi, KLHK memberikan penghargaan atas usaha-usaha mereka. Salah satu penerima penghargaan adalah Desak Ayu Kusumawati yang merupakan pemegang ijin usaha pemanfaatan jasa transportasi alam di Balai Taman Nasional Bali Barat. 

Desak Ayu mengatakan apresiasi ini diberikan karena usaha bersama kelompoknya yang mengembangkan usaha transportasi alam dan juga melakukan budidaya terumbu karang. Konservasi terumbu karang dilakukan untuk tetap menjaga karang yang merupakan sumber ekonomi masyarakat melalui wisata alam, khususnya laut.

Pemanfaatan jasa lingkungan melalui jasa konservasi, 10 tahun terakhir mengalami perkembangan yang baik sejalan dengan perkembangan jaman, dimana dimungkinkannya pemanfaatan energi air serta panas bumi yang berada di dalam kawasan Taman Nasional dan Kawasan Konservasi lainnya,  dalam artian keberadaan kawasan konservasi harus mampu menyokong ekonomi wilayah-wilayah yang ada di sekitarnya.

Pada era 90an Jalak Bali berada pada kondisi sangat kritis, dan saat ini keberadaan Taman Nasional Bali Barat telah menghasilkan tiga lokasi budidaya Jalak Bali.

Suhana salah satu penerima apresiasi penangkar dengan registrasi CITES nomor A-ID-548 di Jawa Barat mengharapkan penangkaran yang bersertifikat harus  mampu mengurangi jumlah beredarnya hal-hal yang sifatnya ilegal di pasaran.

Jalak Bali yang ditangkar di masyarakat perlu didukung untuk memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk melihat satwa endemik asli Indonesia. Melalui ijin penangkaran dan ijin penjualan yang diterbitkan, KLHK berharap dapat mempertahankan satwa-satwa langka Indonesia tetap terpelihara.(BL)

-->

Kampanye pengurangan penggunaan kemasan plastik terus digalakkan

$
0
0
Kampanye pengurangan penggunaan kemasan plastik di acara peringatan Konservasi Alam Nasional di Bali. Foto :KLHK.
                                                                        
BALI, BERITALINGKUNGAN.COM- Kementerian Lingkungan Hidup terus menggalakan kampanye pengurangan penggunaan kemasan plastik untuk mengurangi produksi sampah plastik. 

Giliran Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  Bali dan Nusa Tenggara (P3E)melakukan kampanye pengurangan penggunaan kemasan plastik pada Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional  (HKAN) yang bertema “Konservasi Untuk Masyarakat” di Taman Nasional Bali Barat, Jembrana, Bali pada 8-11 Agustus 2016.

Kepala P3ES Rijaluzzaman menjelaskan, kampanye dilaksanakan melalui pengenalan konsep pelaksanaan kegiatan kantor yang ramah lingkungan atau yang dikenal juga sebagai Eco Office. 

Strategi kampanye yang dilakukan pada kegiatan HKAN tersebut salah satunya dengan menyampaikan surat himbauan kepada seluruh peserta agar membawa botol minum isi ulang (tumbler). 

Peserta dapat melakukan isi ulang air minum pada galon besar yang telah disediakan oleh panitia. Hal ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan kemasan gelas atau botol plastik.  

Adapun strategi lainnya meliputi : pertama, menyajikan makanan ringan (snack) dan makan siang dengan menggunakan wadah ingke (piring dari bahan lidi/rotan) baralas daun sehingga dapat digunakan kembali untuk mengurangi pemakaian kotak makan berbahan kertas, kedua, menyiapkan lap basah berbahan handuk yang dapat dipakai kembali sebagai pengganti tisu, ketiga, menggunakan gelas berbahan kaca  sebagai pengganti gelas/botol plastik, empat melakukan kampanye pada stand pameran P3E Bali dan Nusra dengan menyediakan brosur mengenai kantor ramah lingkungan serta spanduk ajakan mengurangi penggunaan plastik dengan semboyan yang di dengungkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada sidang ke-2 UNEA “Less Plastic, Be Fantastic”. 

"Jumlah pengurangan penggunaan kemasan plastik pada rangkaian acara ini berkurang cukup signifikan. Diperkirakan pengurangan sebanyak 2100 gelas atau botol kemasan plastik,"ujarnya melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com.

Seraya menambahkan, mengingat peserta yang hadir dari kalangan instansi, diharapkan konsep ini dapat memberikan efek bola salju ke berbagai instansi yang hadir untuk menerapkan kantor ramah lingkungan di instansi masing-masing. 

"Kegiatan ini juga diharapkan dapat memberikan motivasi bagi seluruh peserta untuk mulai hidup berbudaya lingkungan,"tandasnya. (BL)
-->

Bohong, Ternyata Petral belum dibubarkan

$
0
0
Petral. Foto : indonesianreview.com
JAKARTA,BERITALINGKUNGAN.COM- Meski telah diumumkan setahun, ternyata Pertamina Energy Trading Limited, atau yang dikenal dengan Petral, sampai sekarang belum juga dibubarkan.

Padahal Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, pada 15 Mei 2015, telah melapor ke Presiden Joko Widodo soal pembubaran Petral.

PT Pertamina berdalih, Petral, melalui anak usahanya Pertamina Energy Service di Singapura, memiliki utang-piutang dengan beberapa perusahaan.

Likuidasi molor dari tenggat awal yang dipasang perusahaan ialah pada April 2016. "Kami mengupayakan prosesnya selesai tahun ini," ujar Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman dalam konferensi pers di kantor pusat Pertamina, Kamis, 25 Agustus 2016 seperti dikutip dari Tempo.co.

Pertamina sebenarnya sudah menyelesaikan likuidasi Petral dan Zambesi Investment. Saat ini prosesnya masuk tahap formal.

Buah ini membuat berat badan turun! Hati-hati, berat turun hingga 1 kg per hariBuah ini membuat berat badan turun! Hati-hati, berat turun hingga 1 kg per hari

Arief tidak ingat persis berapa piutang yang tercatat dalam PES. Seingat dia, jumlahnya kecil. Namun masuk aset perusahaan. Likuidasi juga terhambat karena ada piutang tercatat dalam daftar sengketa.

Untuk ketepatan proses, Pertamina meminta pendampingan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Proses inilah yang harus dilakukan perlahan sehingga memakan waktu. Sedangkan pemeriksaan akuntansi PES dianggap mudah oleh Arief. "Kami tidak ingin dituduh macam-macam karena memang tidak ada apa-apanya," ujar Arief.

Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia Pertamina Dwi Wahyu Daryoto mengatakan pembubaran Petral menghasilkan efisiensi di luar perkiraan perusahaan.

Per Juni lalu, realisasi efisiensi pengadaan mencapai US$ 91 juta atau melampaui target perusahaan dalam periode sebanyak US$ 42 juta. "Realisasinya 218 persen dari target," kata Dwi.

Sudirman Said, ketika masih menjadi menteri, menjelaskan, Presiden Jokowi menyambut baik keputusannya. Sebab, pembubaran Petral telah sesuai dengan arahan dari Jokowi pada awal masa pemerintahannya.

"Tadi saya menghadap Presiden, melaporkan proses tindak lanjut keputusan pembubaran Petral karena, waktu arahan diberikan, beliau menyampaikan: silakan diputuskan, Pertamina dan pemerintah mendukung. Sudah lapor dan beliau menyambut baik. Sesuatu yang mitosnya selama ini tidak bisa disentuh, akhirnya bisa selesai," ujar Sudirman kepada wartawan, 15 Mei 2015.

Namun Presiden Jokowi meminta, selama proses likuidasi berlangsung, Pertamina dan Kementerian ESDM  melakukan audit investigasi secara benar agar tidak ada lagi keraguan soal adanya mafia di tubuh Petral.

"Ini sebuah milestone dari proses pembenahan supply chain. Penekanan dari beliau adalah investigasi harus dilakukan sehingga terang benderang, tidak ada lagi rumor dan spekulasi. Dalam hal investigasi, ada pelanggaran hukum, ya dilimpahkan kepada penegak hukum. Namun arahnya udah jelas, begitu tim menunjuk auditor independen, hal itu akan dilakukan," kata Sudirman. (Tempo/Robby Irfany) 

Ketika akademisi menggugat izin lingkungan PT Semen

$
0
0
Aksi masyarakat Kabupaten Rembang menolak terbitnya izin lingkungan PT. Semen Indonesia. Foto : Walhi
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Puluhan akademisi dan lembaga riset mengajukan Amicus Curiae (sahabat peradilan) atas peninjauan kembali pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang dan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya yang menyidangkan kasus gugatan masyarakat atas terbitnya izin Lingkungan PT Semen Indonesia.
Amicus Curiae ini telah diserahkan ke Mahkamah Agung pada Rabu, 24 Agustus 2016.
“Nurani kami terusik karena adanya pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang dan pertambangan lain di berbagai wilayah yang dipastikan akan menghilangkan sebagian mata pencaharian para petani. Apabila masyarakat tidak bisa bertani maka jumlah pengangguran di Indonesia akan bertambah,”kata Dr. Herlambang P. Wiratraman, akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga mewakili pada pengaju Amicus Curiae melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com (26/08/2016).

Dikatakan, hingga saat ini negara belum sepenuhnya bisa membuat atau memberikan lapangan kerja bagi rakyatnya.

Pada saat negara belum mampu memberikan lapangan pekerjaan kepada rakyatnya, negara justru merugikan masyarakatnya dengan merampas mata pencahariannya.

Amicus Curiae ini diajukan untuk memberikan pertimbangan hakim dalam menangani perkara ini. Amicus Curiae diajukan oleh lembaga dan individu yang menaruh perhatian terhadap masalah lingkungan dan sumber daya alam di Indonesia.

Amicus Curiae ini memaparkan sembilan pemikiran yang mendasar untuk dipahami oleh Hakim TUN, yaitu (1) Pengadilan Harus Mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), mengingat munculnya gugatan warga Rembang berawal dari ketidaktaatan Pemerintah Kabupaten Rembang terhadap Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; (2) Adanya Salah Tafsir terhadap Tafsir Daluwarsa; (3) Terjadi Kekeliruan dalam Putusan Majelis Hakim; (4) Tambang yang sama sekali tak berpihak pada Perlindungan Nasib Para Petani; (5) Pengabaian Perlindungan atas Kearifan Lokal Masyarakat Setempat; (6) Tambang berdampak pada Pemanasan Global; (7) Adanya Pelanggaran Hukum Tata Ruang dan Amdal yang Tidak Valid; (8) Terjadi Kebobrokan Amdal PT Semen Indonesia; serta (9) Perlunya Hakim Mempertimbangkan Dampak Sosial Budaya Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Rembang.

“Penggunaan amicus curiae bukan bermaksud untuk mengintervensi hakim, namun ini adalah upaya untuk memberikan bantuan kepada hakim dalam menggali lebih dalam permasalahan atau kasus yang ditangani oleh hakim, sehingga diharapkan putusan hakim bisa mempunyai sifat yang lebih holistik, karena didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang lebih lengkap, mendalam, dan menggunakan berbagai pendekatan yang menyeluruh,” kata Prof. Dr. Hariadi Kartodihardjo akademisi dari Institute Pertanian Bogor.

“Penggalian nilai-nilai hukum yang berkembang dalam masyarakat merupakan kewajiban para hakim sebagai bahan untuk draf putusan. Hal itu juga amanat dari Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi bahwa Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam Masyarakat,” tambahnya.

Amicus curiae ini diajukan oleh 11 lembaga riset hukum, lingkungan dan hak asasi manusia, serta 20 (dua puluh) akademisi dari berbagai disiplin ilmu dan kampus di Indonesia. (BL)
-->

Kebakaran hutan, perusahaan perkebunan dinilai mengabaikan peringatan pemerintah

$
0
0

JAKARTA,BERITALINGKUNGAN.COM- Kebakaran hutan kembali terjadi dan lebih dari tiga ribu titik panas terpantau selama Agustus 2016. 
Polusi akibat asap kebakaran di Kota Bengkalis, Provinsi Riau telah mencapai tingkat “sangat tidak sehat”, Sabtu (27/8/2016). Indeks pencemaran udara di Singapura Jumat lalu di tingkat tidak sehat sementara Malaysia telah melayangkan surat protes resmi ke Indonesia.
Analisa Peta Kepo Hutan Greenpeace mengungkapkan banyak kebakaran terjadi di konsesi perkebunan milik industri yang sama dengan kebakaran tahun lalu.
“Bencana ini terjadi berulang kali karena perusahaan mengabaikan peringatan  pemerintah sejak November 2015 lalu untuk segera menyekat kanal-kanal agar gambut kembali basah dan tidak mudah terbakar. Ini adalah salah satu langkah penting pencegahan yang harus dilakukan selama 12 bulan terakhir,”ujarnya melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com (28/08/2016).
Yuyun Indradi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan seperti jarum jam, kebakaran kembali terjadi. Perusahaan lebih tertarik memamerkan pemadaman dengan bom air, padahal sebenarnya kebakaran tersebut bisa dicegah dengan membasahi kembali gambut yang telah mereka keringkan untuk perkebunan kelapa sawit, kertas dan pulp.
Dan justru perusahaan lebih mengutamakan keuntungan dari pada kesehatan masyarakat dan lingkungan, dan masih memperdebatkan apakah wilayah gambut masih bisa dieksploitasi.”
“Kebakaran tahun lalu telah merenggut nyawa banyak balita dan orang tua, dan membuat hampir lima juta anak-anak tidak masuk sekolah selama sebulan.  Perusahaan-perusahaan yang telah menolak mengambil langkah untuk mencegah kembalinya kebakaran, tangan mereka bukan hanya penuh abu tapi juga darah.  Pemerintah harus mengambil tindakan jika perusahaan mengabaikannya.”tuturnya.
Polisi dan kuasa hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan punya peta sendiri yang menunjukkan kawasan mana saja yang terjadi kebakaran hutan pada tahun lalu, namun hanya segelintir yang dituntut. Ironisnya, polisi telah menghentikan penyelidikan terhadap 15 perusahaan yang terbakar pada tahun 2015 lalu.
Meskipun 1.296 titik api terpantau dalam kawasan konsesi pada Agustus ini, Kamis lalu, Kepolisian RI  hanya menyelidiki 9 perusahaan di Provinsi Riau. Sementara itu, 85 petani telah ditetapkan sebagai tersangka di Riau – mungkin menargetkan petani lebih mudah dibanding perusahaan dan keterkaitannya.
Akses publik terhadap peta yang menunjukkan siapa yang bertanggungjawab atas api yang terpantau di lahannya sangat penting. Greenpeace kecewa terhadap pemerintah yang masih bersikukuh merahasiakan peta konsesi  dalam format shapefile, itulah mengapa Greenpeace saat ini sedang berjuang melawan kebijakan tersebut di Komisi Informasi Publik (KIP). Argumentasi dan kesaksian ahli sudah selesai dan kami berharap ada keputusan bersejarah dalam kasus ini yang akan diambil dalam waktu dekat.
Greenpeace mendukung kuat upaya penegakkan hukum yang dilakukan pemerintah atas PT BMH baru-baru ini untuk membuat jera perusahaan yang lalai mencegah dan mengatasi  kebakaran di wilayah konsesi tanggungjawabnya.
“Ini merupakan pesan kuat bagi perusahaan-perusahaan yang punya berkomitmen nol deforestasi seperti APP, APRIL dan perusahaan lainnya untuk melihat risiko kegagalan keberlanjutan terkait dengan kebakaran hutan. Perusahaan pemasok dan anak perusahaan yang tersangkut kasus hukum dan diputuskan bersalah oleh pengadilan harus dikeluarkan dari rantai pasok sampai mereka berubah dan perbaikan terjadi,”tandasnya. 
-->

Menteri LHK : Pemerintah serius tangani kebakaran hutan dan lahan

$
0
0
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya.
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Saat ini Indonesia tengah memasuki musim krusial Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), Menteri Lingkungan Hidup (LHK) mengaku bekerja serius menangani kebakaran hutan.
“Meski jumlah hotspot atau titik api secara Nasional berkurang hingga 70-90 persen, namun kewaspadaan terus ditingkatkan seiring dengan mulai masuknya musim kering,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com (29/08/2016).
Jumlah hotspot tahun 2016 dibanding tahun 2015 (Periode 1 Januari-28 Agustus) dari pantauan satelit NOAA18/19 mengalami penurunan dari 8.247 titik tahun lalu, menjadi 2.356 titik pada tahun ini atau lebih dari 74,64 persen.
Penurunan terbesar terjadi di Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah. Di Riau, pada periode yang sama tahun 2015 terdapat 1.292 titik api, sementara tahun ini turun jadi 317 titik. Sedangkan di Kalteng, dari 1.137 titik api tahun lalu, turun menjadi 56 titik api pada tahun ini.
Sementara berdasarkan satelit TERRA/AQUA (NASA), dengan periode yang sama, terlihat jumlah hotspot tahun 2016 berkurang 74,70 persen dibanding tahun 2015. Tahun sebelumnya tercatat 11.690 titik api, tahun ini menjadi 2.937 titik api.
Menurut Siti, penurunan yang cukup signifikan itu tidak terlepas dari upaya tiada henti tim terpadu di lapangan.
Mereka bekerja tanpa mengenal hari libur bahkan sampai bermalam di lokasi untuk menjaga titik api tidak meluas. Lokasi yang sulit dijangkau melalui jalur darat, dilakukan pemadaman melalui jalur udara.
Untuk memaksimalkan upaya pengendalian Karhutla, Pemerintah Provinsi juga sudah menetapkan Status Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Asap akibat Karhutla, seperti di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jambi dan Kalimantan Selatan.
Selain itu dilakukan patroli terpadu sebagai upaya mensinergikan para pihak dalam pencegahan Karhutla sampai pada tahap tapak (masyarakat). Patroli Terpadu melibatkan unsur Manggala Agni, Polhut, TNI, POLRI, pers, LSM dan aparat desa/tokoh masyarakat.
Pelaksanaan patroli berbasis komando bertingkat dengan operasional Posko Desa, Posko Daops, Posko tingkat Provinsi (Balai Besar/Balai KSDA/TN) dan Posko Nasional di KemenLHK.
“Target kerja kita jelas: Jangan sampai rakyat kembali merasakan derita asap seperti tahun-tahun sebelumnya. Kita ingin menekan semaksimal mungkin jumlah titik api penyebab meluasnya dampak asap,”ujarnya.
“Semua pintu komunikasi telah saya buka selebar-lebarnya. Handphone pribadi saya selalu hidup selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu. Saya menerima banyak sekali laporan, dari pagi hingga dini hari, baik melalui sms, BBM, email maupun whatsapp. Serta melalui media sosial facebook, fanpage dan twitter,”tambahnya.
Siti Nurbaya mengaku telah membaca laporan datang dari berbagai elemen masyarakat dan tim terpadu di lapangan.
“Semuanya saya baca dan menjadi referensi obyektif untuk mengambil langkah-langkah penanganan lanjutan. Serta melakukan koordinasi ke lintas sektoral, lintas Kementerian terkait dan pihak-pihak terkait lainnya. Tujuan utama kita adalah rakyat dan rakyat,”tuturnya.
Seraya menambahkan, pihaknya memantau asap cukup pekat saat ini menghampiri warga Duri, Dumai dan beberapa daerah di Riau. Sementara di Pekanbaru, pagi tadi asap kembali terlihat meski ISPU terpantau masih dalam status BAIK.
“Segenap hati dan perhatian saya tertuju pada rakyat di daerah yang saat ini merasakan dampak Karhutla. Kepala BNPB dan Kepala BRG telah berada di Riau. Upaya pemadaman dimaksimalkan dengan rencana penambahan dua helikopter lagi serta penambahan peralatan dan dukungan dari personil TNI/Polri,”tandasnya. (BL)
-->

Domus Musculi, Seni Peduli Laut

$
0
0

JAKARTA,BERITALINGKUNGAN.COM- Kondisi terumbu karang di perairan Jakarta, khususnya Kepulauan Seribu kian hari kian mengkhawatirkan. Aktivitas manusia menjadi salah satu penyebab mengapa keberadaan terumbu karang di kawasan itu semakin terancam. 

Fakta membuktikan, setidaknya sejak tahun 1970-an terumbu karang di Kepulauan Seribu mulai rusak akibat maraknya pemboman untuk menangkap ikan. Kondisi karang juga terancam seiring tingginya sedimentasi, buangan sampah, dan limbah ke laut. Ditambah lagi, banyak perilaku pelaku wisata tidak ramah terhadap lingkungan. Ditandai dengan banyaknya wisatawan yang menginjak-injak karang.

Padahal tanpa terumbu karang yang sehat, hewan-hewan laut seperti ikan, kepiting, udang-udangan hingga belut laut bakal kehilangan tempat tinggalnya. Hewan-hewan laut tersebut menjadikan terumbu karang sebagai tempat berlindung, mencari makan, dan berkembang biak.

Sementara itu, laut yang merupakan tempat hidup terumbu karang memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pasalnya, laut menjadi penghasil oksigen terbesar di Bumi. Laut juga memberikan sumber protein hewani yang kaya.
 
Menyadari kondisi terumbu karang yang terus terdegradasi, akibat beberapa faktor diatas, ditambah dengan naiknya suhu air laut akibat pemanasan global, maka sejumlah kampanye penyelamatan laut sering dilakukan. Hanya saja, tantangannya terletak pada opini publik yang melihat laut hanyalah sebagai hamparan air nan luas, tanpa memahami fungsi dan peran penting ekosistem yang hidup di bawah permukaan laut.

Adalah Yayasan Terumbu Rupa (YTR), sebuah organisasi nirlaba yang memiliki misi melakukan konservasi terumbu karang melalui media seni. YTR berusaha menggugah kesadaran publik untuk ikut peduli dan terlibat dalam upaya penyelamatan laut.
 
“Tujuannya untuk membuat terumbu karang buatan, yang artistik, dimana art (seni)nya lebih dipentingkan daripada yang lain-lain. Supaya dari hari pertama sudah menjadi atraksi dan orang akan melihat artnya dulu.” ujar Teguh Ostenrik, pendiri Yayasan Terumbu Rupa.

Lewat kepedulian itu, Yayasan Terumbu Rupa (YTR) akhirnya memperkenalkan konsep ARTificial Reef, sebuah karya seni yang berguna sebagai media transplantasi terumbu karang. 

“YTR lebih ke terumbu rupa, artifisial reef, menggunakan medium seni untuk kampanye. Kata “rupa” dibuat sengaja untuk mewakili seni”, ujar Mira Tedja, pengurus Yayasan Terumbu Rupa.

Karena kecintaannya akan laut, karya seni besutan Teguh Ostenrik selalu bertema laut. Ia sengaja mengingatkan manusia tentang pentingnya laut bagi kehidupan.

“Oksigen yang kita hirup, 60 persennya berasal dari laut, lebih banyak ketimbang hutan. Menurut scientist, pada tahun 2050, cucu anda akan hidup dengan oksigen mask. Betapa mengkhawatirkannya”, papar Ostenrik bersemangat.

Domus Musculi
Teguh Ostenrik yang juga pendiri Yayasan Terumbu Rupa (YTR) membuktikan seni mampu memasuki ruang lain seperti lingkungan laut. Seni dapat dinikmati melalui medium instalasi “Domus Musculi”.

ARTificial Reef “Domus Musculi” adalah instalasi seni karya Teguh Ostenrik yang dibuat dari pipa dan plat besi berukuran 5 x 2.8 x 2 meter dan terdiri dari 3 modul. Modul itu ditempatkan pada kedalaman 3-7 meter di Pulau Sepa, Kepulauan Seribu dibantu beberapa relawan.

Domus Musculi berarti Rumah Kerang. Replica kerang dipilih sebagai pengingat bahwa Teluk Jakarta pernah terkenal sebagai penghasil kerang hijau sebelum tercemar aneka logam berat.

“Ya, saya memang sengaja memilih logo kerang, karena Teluk Jakarta memang dikenal sebagai penghasil kerang hijau. Sekaligus memberi identitas yang berbeda dengan ARTificial reef di tempat lain”, ujar Ostenrik.

Sebelumnya, pada Desember 2015, instalasi seni Domus Musculi ditempatkan di Pulau Pelangi, di kedalaman 5-12 meter. Pulau Pelangi sendiri letaknya berhadapan dengan Pulau Sepa. Namun karena sesuatu hal, Domus Musculi terpaksa dipindahkan ke Pulau Sepa, setelah 8 bulan lamanya berada di Pulau Pelangi.

“Saat itu, ada usulan meletakkan domus di Pulau Pelangi. Namun karena pengelola kurang akomodatif, akhirnya kita pindah ke Pulau Sepa”, ujar Ostenrik.

Instalasi Domus Musculi merupakan yang ke-tiga dikerjakan Ostenrik sejak berkecimpung di seni bawah laut. Instalasi pertama diletakkan di Lombok pada tahun 2013, sementara yang ke-dua dikerjakan di Wakatobi pada September 2015.

Lewat Domus Musculi, Ostenrik berusaha memberikan sesuatu kepada lingkungan. Ia ingin karyanya semakin mendekatkan masyarakat terhadap laut.

“Dengan memanfaatkan karya seni di laut, sebenarnya saya ingin meluhurkan laut, supaya kita tidak memunggungi laut lagi”, papar Ostenrik.

Penenggelaman Domus Musculi dilaksanakan oleh pengurus Yayasan Terumbu Rupa dibantu relawan pada Selasa (23/8) hingga Rabu (24/8) lalu. Cuaca yang bersahabat membuat proses penenggelaman tidak menghadapi kendala yang berarti. Akhirnya tiga instalasi itu berhasil ditempatkan di sebelah kanan dermaga Pulau Sepa.

Uniknya, baru sehari ditempatkan di perairan Pulau Sepa, beberapa jenis ikan langsung mendatangi instalasi Domus Musculi. Ikan-ikan itu tidak terganggu dengan kehadiran para relawan.

“Gak menyangka, ikannya langsung datang ke terumbu karang buatan. Jumlahnya pun lumayan banyak”, ujar salah seorang relawan.

Instalasi Domus Musculi bukanlah akhir dari pembuatan ARTificial Reef di Kepulauan Seribu. Harapannya akan dibuat banyak instalasi serupa, sehingga karya itu akan menjadi rumah bagi biota laut dan akan memberikan manfaat kepada penduduk setempat.

“Nantinya, kaki-kaki dermaga akan kita digarap juga, sebagai ARTtificial Reef, mumpung ada solar cell. Nanti kita bikin macam-macam lalu ditempel”, ujar Ostenrik bersemangat.

Ketika instalasi dipenuhi dengan biota laut, Ostenrik berharap semakin banyak orang menyadari potensi dan tanggung jawab menjaga lingkungan. Tentu saja, karena dampak kerusakan terumbu karang akibat ulah manusia maupun dampak global warming terjadi begitu cepat, sehingga antisipasi harus dilakukan segera.

“Ini kesempatan yang bagus untuk membawa dampak yang positif terhadap lokasi setempat”, kata Ostenrik.

Gunakan Solar Cell
Struktur instalasi Domus Musculi menggunakan metode Bio-Rock untuk mempercepat pertumbuhan coral. Caranya, instalasi dialiri listrik tegangan rendah untuk membentuk proses elektrolisa yang menarik mineral air laut menyelimuti struktur sebagai media koral bertumbuh. 

Listrik tenaga rendah itu didapat dari panel surya yang setiap saat mengalirkan listrik, hasil dari penyerapan sinar matahari. Dengan teknologi ini pertumbuhan koral akan berlangsung 6-8x lebih cepat ketimbang proses normal.

“Kalo kita pake listrik kecepatan pertumbuhan karangnya 8 kali lipat. Kalo menggunakan metode alamiah, belum tentu koralnya langsung tumbuh”, kata Ostenrik.

Selain itu, dari beberapa kali percobaan, pilihan media terbaik bagi pertumbuhan karang adalah menggunakan besi pipa. Selain ringan, besi pipa juga media yang tepat bagi pertumbuhan karang dengan membentuk lapisan batu kapur sebagai media pertumbuhan koral.

“Dari beberapa kali percobaan, sepertinya yang paling berhasil dengan menggunakan pipa besi. Paling ringan, tidak berat dan mudah tertutup limestone”, pungkas Ostenrik.

Melalui Domus Musculi, Yayasan Terumbu Rupa ingin terus menyuarakan bahwa kepedulian terhadap terumbu karang harus ditunjukkan. Alasannya, kegiatan eksploitasi manusia telah menyebabkan terumbu karang di Indonesia hanya tinggal 69% dari area seluas 87.500 km. Sebuah kondisi yang sangat mengkhawatirkan, tentunya. (Jekson Simanjuntak)
-->

Tujuh pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan disandera di Rokan Hulu

$
0
0
Lahan yang terbakar di lokasi PT APSAL. Foto : dok KLHK.
ROKAN HULU, BERITALINGKUNGAN.COM- Upaya penegakan hukum lingkungan yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mendapat perlawanan dari pelaku kebakaran hutan/lahan dan perambah kawasan hutan. 

Tujuh pegawai KLHK, terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Polisi Kehutanan (Polhut) disandera di Rokan Hulu, Provinsi Riau.

Penyanderaan ini dilakukan segerombolan massa yang diindikasi kuat dikerahkan oleh perusahaan PT. Andika Permata Sawit Lestari (APSL) pada Jumat (2/9/2016) saat penyidik KLHK selesai menjalankan tugas menyegel kawasan hutan/lahan yang terbakar yang berada dalam penguasaan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL). 


"Kejadian penyanderaan ini merupakan tindakan melawan hukum yang merendahkan kewibawaan Negara apalagi diindikasikan adanya keterlibatan pihak perusahaan. Penyidik KLHK dan Polhut merupakan aparat penegakan hukum berdasarkan UU mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kebakaran hutan dan lahan,"kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, Minggu (4/9/2016) melalui laman personalnya.
 
Dijelaskan, tim KLHK awalnya turun ke lokasi, guna menindaklanjuti arahan Menteri LHK untuk melakukan penyelidikan penyebab meluasnya titik api di Riau beberapa waktu lalu yang telah mengganggu masyarakat. Sekaligus menyelidiki laporan mengenai masyarakat yang dikabarkan mengungsi karena asap.

Dari penginderaan satelit terlihat, sumber titik api penyebab asap sampai ke daerah lainnya di Riau itu, salah satunya berasal dari kawasan yang dikuasai oleh perusahaan tersebut.

''Sejak titik api meluas, saya menegaskan untuk dilakukan penyelidikan di areal yang terbakar. Maka tim dipimpin langsung Dirjen Gakkum KLHK, turun ke lokasi di Riau,''ujarnya.


Menteri LHK sangat menyayangkan kejadian penyanderaan tersebut. Ditegaskannya, tim KLHK memiliki otoritas sesuai UU, untuk melakukan penyelidikan di lokasi Karhutla.

''Apalagi ditemukan bukti lapangan bahwa ada ribuan hektar sawit terbakar di hutan produksi yang belum ada pelepasan dari Menteri, atau dengan kata lain, kebun sawit di area tersebut ilegal," jelas Menteri Siti.

''Diduga kuat aktifitas ilegal ini difasilitasi pihak perusahaan dengan mengatasnamakan masyarakat melalui kelompok tani,'' tambahnya. (BL)

Ini kronologis penyanderaan PPNS dan Polhut KLHK di Rokan Hulu

$
0
0
 Rumah masyarakat (pekerja perusahaan) dan bekas stacking (sengaja dibakar). Foto : dok KLHK/Sitinurbaya.com.
RIAU, BERITALINGKUNGAN.COM-  Sebanyak tujuh pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Polisi Kehutanan (Polhut) disandera di Rokan Hulu, Provinsi Riau.

Penyanderaan ini dilakukan segerombolan massa yang diindikasi kuat dikerahkan oleh perusahaan PT. Andika Permata Sawit Lestari (APSL) pada Jumat (2/9/2016) saat penyidik KLHK selesai menjalankan tugas menyegel kawasan hutan/lahan yang terbakar yang berada dalam penguasaan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL). 


Berikut kronologis lengkap kejadian penyanderaan tim KLHK yang terdiri Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Polisi Kehutanan (Polhut) disandera di Rokan Hulu, Provinsi Riau di areal yang dikuasai PT APSL  yang dikutip dari laman Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya.:

1. Sejak titik api mulai meluas di Riau, Menteri LHK meminta Dirjen Gakkum segera menurunkan tim ke lokasi melakukan penyelidikan.

2. Tim pertama turun ke lokasi yang dikuasai PT APSL, Senin (29/8/2016). Tim sempat melakukan komunikasi dengan pengelola lahan sebelum masuk ke areal perusahaan. Di lokasi pertama ditemukan areal terbakar mencapai 600 ha. Tim sempat masuk lebih kedalam lagi pada areal kebun sawit yang terbakar yang diperkirakan lebih dari 2000 Ha. Akan tetapi tim mengalami kesulitan karena asap cukup tebal.

3. Selasa (30/8/2016), dipimpin Dirjen Gakkum, tim KLHK kembali ke lokasi dan masih menjumpai ada masyarakat yang mengungsi di luar areal terbakar. Mereka telah mendirikan tenda beberapa hari dilokasi pengungsian tersebut.

Setelah diselidiki, ternyata mereka merupakan pekerja yang didatangkan dari daerah lain, dan selama ini beraktifitas di dalam areal yang dikuasai perusahaan. Rumah mereka ikut terbakar karena meluasnya titik api di dalam lokasi kebun (Terlampir foto rumah pekerja yang terbakar).

4. Dalam penguasaan secara illegal kawasan yang terbakar tersebut, setelah ditelusuri lebih jauh, PT. APSL diduga memfasilitasi pembentukan tiga kelompok tani untuk mengelola kebun sawit dengan PT APSL bertindak sebagai 'Bapak angkat'.  Masyarakat dimaksud tak lain adalah pekerja dari perusahaan itu sendiri yang dibentuk melalui kelompok tani. Dari foto yang didapat, terlihat pengelolaan kebun sawit dilakukan secara profesional dan terkoordinir.

5. Saat tim KLHK masuk ke lokasi kebun, ditemukan fakta lahan sawit yang terbakar sangat luas dan masih berasap. Mayoritas merupakan kebun sawit di dalam areal hutan produksi. Artinya semua aktifitas di lokasi tersebut ilegal.

Modus seperti ini biasa digunakan perusahaan yang nakal, dimana mereka menggarap lahan secara ilegal menggunakan dalih dikelola masyarakat, dan berada di lokasi yang tak jauh dari lahan legal mereka.

6. Setelah mendapat fakta awal, tim kembali ke Pekanbaru dan melakukan rapat internal. Diputuskan untuk melakukan tindakan penyelidikan sekaligus penyegelan di lokasi yang dikuasai PT APSL.

7. Jumat (2/9/2016) pukul 11.00 WIB, tim turun ke lokasi. Untuk menuju ke lokasi tersebut harus menggunakan ponton (sejenis transportasi penyeberangan) untuk menyebrang sungai. Sebelum masuk ke areal PT APSL, tim sudah berkomunikasi dengan perwakilan perusahaan bernama Santoso. Atas izin Santoso pula, mereka dapat melewati portal yang dijaga oleh petugas keamanan perusahaan.

8.'PPNS Line' dan plang KLHK dipasang sekitar pukul 14.00-15.00 WIB. Selama proses itu berlangsung, tim sudah merasa diamat-amati. Karena beberapa kali ada yang lewat menggunakan sepeda motor. Namun tim tetap bekerja mengambil bukti foto lahan yang terbakar serta video menggunakan kamera drone.

Fakta lapangan menunjukkan, ada lahan yang memang sengaja dibuatkan 'stacking' atau jalur bakar. Artinya lahan yang akan digunakan untuk menanam sawit tersebut, terindikasi kuat memang sengaja disiapkan untuk dibakar. Bahkan saat tim tiba di lokasi, masih ada asap yang mengepul dari lahan berdasar gambut itu.(Foto terlampir)

9. Sekitar pukul 15.00 WIB, tim KLHK memutuskan untuk kembali, dengan menggunakan dua mobil. Mereka sempat bertegur sapa dengan seseorang (diduga salah satu manager perusahaan PT APSL inisial A).

10. Usai bertegur sapa, tim KLHK melanjutkan perjalanan. Namun ternyata A dan rekannya yang menggunakan sepeda motor, membuntuti perjalanan mereka. Tim tetap bergerak ke arah lokasi ponton untuk menyeberang pulang, dan menganggap A dan rekannya juga akan sama-sama pulang.

11. Sebelum sampai ke lokasi ponton, tim KLHK tiba-tiba dihadang oleh sekelompok pemuda. Mereka ternyata sudah menunggu sebelumnya dan sengaja menggeser posisi Ponton, sehingga tim KLHK tidak bisa menyeberang. Ponton ini dioperasikan oleh PT. Chevron karena jalan tersebut merupakan jalan inspeksi pipa PT. Chevron.

Satu-satunya jalan keluar dan menuju lokasi yang terbakar memang harus menyebrangi sungai dengan menggunakan ponton.

12. Gerombolan yang mencegat ini meminta tim KLHK turun dari mobil. Mereka kemudian dibawa ke sebuah tempat tak jauh dari lokasi tersebut. Tim KLHK didesak menghapus foto-foto, video serta mencopot plang yang dipasang di lokasi Karhutla. Dalam waktu sekejap, jumlah massa mencapai 50 orang.

13. Negosiasi terus dilakukan. Tim KLHK menegaskan bahwa mereka sedang menjalankan tugas Negara. Namun gerombolan massa tetap tidak menerima dan meminta tuntutan mereka dikabulkan segera. Tim di lapangan terus berkoordinasi dengan Dirjen Gakkum. Selama proses negosiasi tersebut, Dirjen Gakkum juga terus berkoordinasi dengan Menteri LHK.

14. Demi keselamatan tim KLHK yang disandera, plang akhirnya disepakati untuk dicabut, akan tetapi tim KLHK meminta yang melakukan pencabutan adalah pihak penyandera. Pencabutan plang dilakukan oleh pihak penyandera. Begitu juga dengan foto-foto yang disimpan di dalam kamera digital, semua dihapus dengan disaksikan para penyandera.
 
Namun  data foto dalam kamera drone berhasil diselamatkan.  Dari kamera drone inilah, bukti foto dan video luasan lahan yang terbakar, termasuk rumah pekerja (diklaim sebagai masyarakat) yang terbakar, berhasil didapatkan.

15. Selama proses negosiasi, tim KLHK yang disandera, diinterogasi dan mendapatkan berbagai intimidasi. Massa yang jumlahnya semakin banyak (lebih dari 100 orang) juga mengeluarkan ancaman. Tim KLHK diancam akan dipukuli, dilempar ke sungai, dibunuh dengan cara dibakar dan ancaman lainnya.

Jumlah massa terlihat dimobilisasi karena adanya pergerakan kendaraan yang membawa massa.

Tim KLHK (Polhut) juga terus diprovokasi untuk menggunakan senjata.  Namun atas perintah Menteri LHK yang terus berkoordinasi via telephone dengan Dirjen Gakkum, meminta tim KLHK yang tengah dikepung ratusan massa itu untuk tetap tenang, sabar dan tidak terprovokasi dengan menggeluarkan senjata.

Dirjen Gakkum atas arahan menteri juga melakukan koordinasi dengan Danrem sebagai Komandan Satgas Karhutla dan Kasrem.

16. Setelah tuntutan penghapusan foto, video dan pencabutan plang KLHK dipenuhi, negosiasi awalnya berakhir damai setelah turun pemuka kampung atau ninik mamak. Sekitar pukul 18.00 WIB, tim KLHK sebenarnya sudah sempat bersalaman dengan para ninik mamak untuk berpamitan. Namun begitu hendak keluar, mereka kembali dihadang.

Gerombolan massa mengancam akan membebaskan tujuh orang tim KLHK tersebut, jika Menteri LHK Siti Nurbaya bisa hadir langsung di lokasi. Hingga saat ini masih didalami motif dan muatan apa hingga penyandera  meminta menghadirkan Menteri LHK.

17. Situasi kembali memanas, tim KLHK kembali disandera gerombolan massa. Berbagai upaya negosiasi tetap gagal dilakukan. Sekitar pukul 24.00 WIB, Kapolres dan timnya akhirnya tiba di lokasi kejadian.

18. Setelah proses negosiasi lanjutan hingga pukul 2.30 dinihari (Sabtu 03/09/2016) disepakati tujuh tim KLHK dibebaskan namun kendaraan berupa dua unit mobil berikut barang-barang, harus ditinggal di lokasi. Tim KLHK kemudian beristirahat di kantor Polsek.

19. Tim KLHK akhirnya dievakuasi menggunakan truk Dalmas dengan pengawalan aparat kepolisian.

20. Sabtu (3/9/2016) Menteri LHK melakukan koordinasi dengan Kapolda Riau.

Pada pukul 10.00 Wib, Ketua Tim KLHK bersama dengan Kapolres kembali bertemu dengan penyandera untuk mengambil barang-barang dan dua unit mobil yang masih tertahan. Setelah melakukan pembicaraan cukup panjang, akhirnya mobil dan barang yang masih ditahan oleh penyandera dapat dilepaskan.

Dari foto-foto dan video lapangan yang berhasil diselamatkan filenya, terlihat lahan terbakar yang begitu luasnya. Sejauh mata memandang, kawasan yang tadinya merupakan hutan gambut, sudah berubah menjadi kebun sawit. Pada kawasan yang siap tanam, terlihat sisa sengaja dibakar dan beberapa titik yang sudah terbakar masih menyisakan asap mengepul.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Nurbaya, sangat menyayangkan kejadian penyanderaan tersebut. Ditegaskannya, tim KLHK memiliki otoritas sesuai UU, untuk melakukan penyelidikan di lokasi Karhutla.

''Apalagi ditemukan bukti lapangan bahwa ada ribuan hektar sawit terbakar di hutan produksi yang belum ada pelepasan dari Menteri, atau dengan kata lain, kebun sawit di area tersebut ilegal," jelas Menteri Siti.

''Diduga kuat aktifitas ilegal ini difasilitasi pihak perusahaan dengan mengatasnamakan masyarakat melalui kelompok tani,'' tuturnya.
 
''Dengan insiden ini, penyelidikan pada PT ASPL akan menjadi prioritas utama kami. Karena ada tiga hal penting yang melibatkan perusahaan ini. Pertama, aktifitas perambahan kawasan hutan. Kedua, pembakaran lahan. Ketiga, penyanderaan. KLHK akan mengusut dan menindaknya secara tegas sesuai dengan kewenangan yang ada,'' tegas Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya.

Ia juga memastikan, bahwa kejadian penyanderaan tidak akan mengurangi ketegasan KLHK dalam menindak pelaku Karhutla yang melibatkan pihak korporasi atau perusahaan lainnya. Pembakar hutan/lahan harus dibuat jera agar tidak mengulangi perbuataanya yang membuat masyarakat menderita dan menurunkan kewibawaan negara dimata masyarakat dan dimata internasional. Apalagi dilakukan oleh korporasi yang sekaligus mendalangi perambahan kawasan hutan, secara illegal.

Menurut Siti, kejahatan luar biasa ini harus ditindak secara keras. "Harus kita perangi bersama-sama. Untuk itu penegakan hukum Karhutla harus menggunakan konsep multidoors dan multi instrumen hukum,"ujarnya.

Berdasarkan UU KLHK berwenang menjatuhkan sanksi administratif seperti paksaan pemerintah, pembekuan izin dan pencabutan izin, melakukan gugatan perdata serta penegakan hukum pidana.

KLHK telah menjatuhkan sanksi administratif pada 34 perusahaan terkait Karhutla. Selain itu mengeluarkan peringatan keras pada 115 perusahaan. Serta sekitar 15 perusahaan dalam proses pengadilan/perdata.

''Kejadian penyanderan ini justru menjadi penyemangat kami, untuk maju terus menindak tegas para pelaku Karhutla. Termasuk korporasi nakal yang menyalahi aturan. Ketegasan ini penting demi menjaga Indonesia,'' tegasnya.

Untuk membenahi kawasan hutan yang diubah fungsi, KLHK saat ini telah melakukan moratorium (penghentian sementara) secara menyeluruh izin pengelolaan lahan gambut dan izin pembukaan kebun sawit.

''Izin yang ada kita evaluasi dan terus awasi agar tata kelolanya benar-benar memperhatikan lingkungan. Sedangkan untuk izin baru kita hentikan sementara,''tambahnya (BL)
-->
Viewing all 1284 articles
Browse latest View live